Entri Populer
-
Hukum Berdoa Sambil Angkat Tangan Sesudah Zikir Shalat Oleh: Badrul Tamam Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta ala...
-
( Arrahmah.com ) - Sudah menjadi sunnatullah bahwa dalam kehidupan setiap hamba teriring dengan ujian dan bebanan hidup yang silih...
-
ALI MOERTOPO, ARSITEK PEMBERANGUS GERAKAN ISLAM MASA ORDE BARU SALAM-ONLINE.COM: Sosoknya dikenal sebagai tangan kanan Soeharto...
-
JAKARTA (VoA-Islam) – Untuk menyegarkan kembali ingata, artikel Tempo tentang 'Surat Terakhir Dari Putri" menyakitkan umat I...
-
ALI MOERTOPO, ARSITEK PEMBERANGUS GERAKAN ISLAM MASA ORDE BARU (2) SALAM-ONLINE.COM: Untuk memuluskan langkah-langkah politik Is...
-
ACEH (VoA-Islam) – Sejumlah media lokal di Aceh memberitakan, Putri Erlina (16), gadis asal Desa Aramiah, Kecamatan Birem Bayeun, Ace...
-
( Arrahmah.com ) - Islam adalah rahmatan lil 'alamin—pernyataan ini sudah lekat da...
-
Fatwa Syaikh Muhammad Ibrahim Alu Syaikh tentang Penguasa Yang Berhukum dengan Selain Syari’ah Allah Penerjemah: Ustadz Fuad Al Hazi...
-
JAKARTA (VoA-Islam) - Ketua Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional Komnas Perempuan Husein Muhammad dalam dis...
Selasa, 15 Januari 2013
Minggu, 09 Desember 2012
Mengenal Sosok Intelijen Anti-Islam (2)
ALI MOERTOPO, ARSITEK PEMBERANGUS GERAKAN ISLAM MASA ORDE BARU
(2)
SALAM-ONLINE.COM: Untuk memuluskan langkah-langkah politik
Islamophobia, kelompok militer anti-Islam yang dikomandoi oleh Ali Moertopo,
oknum pengusaha etnik Cina, Serikat Jesuit, dan pejabat sekular-kejawen,
mendirikan sebuah lembaga think tank bernama Centre for Strategic and
International Studies (CSIS) pada 1 September 1971, bermarkas di Tanah
Abang III, Jakarta Pusat.
Ali
Moertopo dan Soedjono Hoemardani (penasihat kebatinan Soeharto) menjadi sosok
yang berada di belakang CSIS. Lembaga ini kemudian membuat masterplan
pembangunan Orde Baru yang sangat menguntungkan pemerintah, pengusaha etnik
Cina dan kelompok Kristen.
Sementara
umat Islam dianggap sebagai bahaya yang mengancam, yang bercita-cita mendirikan
negara Islam. Mereka masih menjadikan isu “Darul Islam” sebagai jualan untuk
memberangus gerakan Islam. Selain pula mewaspadai kebangkitan Islam politik
yang pada masa lalu direpresentasikan melalui kekuatan Partai Masyumi.
Kelompok
Kristen dan oknum pengusaha etnik Cina yang merapat ke militer, meyakinkan
pemerintah dan tentara, bahwa jika umat Islam berkuasa, maka akan terjadi
diktator mayoritas, dimana penegakan syariat Islam akan diberlakukan.
Pemerintah
yang ketika itu mabuk kekuasaan dan tentara yang diindoktrinasi untuk
mewaspadai ancaman terhadap kebhinekaan Pancasila, kemudian termakan isu
tersebut, sehingga memposisikan umat Islam sebagai bahaya.
Agenda
politik kelompok anti Islam ini berhasil menciptakan konglomerasi dan gurita
bisnis antara penguasa dan pengusaha. Di antara jaringan bisnis tersebut adalah
Pan Group milik Panlaykim dan Mochtar Riady, PT Tri Usaha Bakti milik Soedjono
Hoemardani, Pakarti Grup milik Lim Bian Kie dan Panlaykim, dan Berkat Grup
milik Yap Swie Kie.
Masuknya
kekuatan konglomerat dalam lingkaran Orde Baru membuat rezim tersebut semakin
kuat. Karena itu, ada yang mengatakan bahwa Orde Baru dibangun oleh empat pilar
kekuatan, yaitu ABRI, Birokrat, Golkar dan konglomerat.
Keempat
pilar tersebut memainkan peran penting dalam memarjinalkan peran politik umat
Islam saat itu. Kolaborasi rezim Orba dengan pengusaha Katolik/Cina di
antaranya dengan membuat kebijakan yang memotong urat nadi ekonomi umat Islam
dan menghidupkan kelompok kecil Cina keturunan.
Sentra-sentra
ekonomi umat Islam seperti di Pekalongan, Solo, Pekajangan, Majalaya, dan
lain-lain, dengan aneka kebijakan pemerintah dapat dikerdilkan.
Jaringan
perbankan dan sektor keuangan lainnya juga berhasil mereka kuasai. Karena itu,
ketika Orba berkuasa, gurita bisnis kelompok ini begitu perkasa dan dapat
memengaruhi kebijakan pemerintah.
Siapa
Ali Moertopo sesungguhnya?
Mantan
Pangkopkamtib Jenderal Soemitro mengatakan asal usul Ali Moertopo sangat gelap,
sehingga banyak rumor yang beredar tentang sosoknya.
Ali
Moertopo
Kasman
Singodimedjo, tokoh Islam yang pada zaman Soekarno aktif di militer mengatakan,
Ali Moertopo adalah bekas intel tentara Angkatan Laut Belanda (Netherland
Information Service) yang ditangkap Hizbullah di daerah Tegal, Jawa Tengah.
Saat ditangkap, Ali Moertopo nyaris dibunuh. Ia kemudian dijadikan double agent
oleh Hizbullah.
Versi
lain, seperti diceritakan Adam Malik, Ali Moertopo adalah pendiri AKOMA
(Angkatan Komunis Muda) yang berafiliasi pada partai Murba Alimin, yang
berhaluan Sneevliet. Meski tidak percaya bahwa Moertopo bekas pentolan salah
satu organisasi Komunis, Soemitro menceritakan kisah yang dikait-kaitkan dengan
sosok Komunis Moertopo.
Saat
ada seorang staf Moertopo ingin membuat tulisan tentang “Peristiwa Tiga Daerah”
yang menyebutkan Komunis sebagai dalang dari peristwa itu, Moertopo
membentaknya. “Mau Apa? Mau mendiskreditkan saya?”
Moertopo
juga dikenal dekat dengan Kolonel Marsudi, salah seorang anggota PKI yang
pernah menjadi Direktur Opsus. Selama di Opsus, Marsudi selalu berada di
belakang layar dan sangat tertutup.
Marsudi
pun disebut-sebut sebagai pendiri Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI),
organisasi mahasiswa underbouw PKI. Cerita mengenai ini diungkap dalam buku
biografi Jenderal Soemitro, senior Ali Moertopo di lingkungan militer, yang
ditulis oleh Ramadhan K.H.
Dalam
catatan Jenderal Soemitro, jauh-jauh hari Ali Moertopo sudah merencanakan CSIS
dan Opsus sebagai alat untuk memperkuat dan mengamankan rezim Orba.
Ali
Moertopo yang melihat kekuatan Islam sebagai gerakan yang bisa mengancam ‘gerak
laju pembangunan’, mencari partner yang bisa diajak untuk sama-sama menjegal
gerakan Islam. Dan partner tersebut adalah kelompok Katolik yang tergabung
dalam Ordo Jesuit.
Ali
Moertopo didekati kelompok ini karena posisinya sebagai orang dekat Soeharto
dan mempunyai pengaruh di ABRI. Kabarnya, Ali Moertopo sudah didekati kelompok
ini sejak tahun 1960-an.
Ali
Moertopo sendiri sudah mengetahui bahaya dari kelompok Orde Jesuit ini, yang ia
sebut lebih berbahaya dari komunisme karena terdiri dari para intelektual
adventurir. Namun, kata Ali, kedekatannya dengan kelompok itu adalah untuk
meredam gerakan mereka, atau dalam bahasanya “untukmengandangkannya ketimbang
bergerak liar”.
Apakah
dalam rangka “mengandangkan” Orde Jesuit ini juga, kemudian Ali Moertopo
menjadikan rumah Pater Beek (tokoh Jesuit Indonesia) di jalan Raden Saleh,
Jakarta Pusat, sebagai markas Opsus?
Saat
peristiwa 15 Januari 1974, Ali Moertopo diduga terlibat penunggangan aksi apel
mahasiswa yang menolak kedatangan PM Jepang yang berujung pada kerusuhan di
Jakarta.
Tujuan
manuver politik Moertopo adalah untuk menyingkirkan orang-orang yang mencoba
mendekati Soeharto dan menjadi rival politiknya. Untuk menggambarkan bahwa dia
orang yang bisa mengendalikan kebijakan politik Orde Baru, Benny Moerdani,
kadernya Moertopo, pernah mengatakan, ”Kuda boleh berganti, tapi saisnya tetap
satu”.
Artinya,
siapapun bisa menggantikan Soeharto, asalkan tetap bisa dikendalikan oleh
Moertopo dan kelompoknya.
Setelah
peristiwa 15 Januari 1974, Ali Moertopo melakukan lobi politik kepada Presiden
Soeharto untuk memanggil Benny ke Jakarta agar ditempatkan dalam jajaran
penting di militer.
Keseriusan
Ali Moertopo untuk menempatkan kadernya dalam posisi strategis di elit militer
terlihat dengan menelepon langsung Benny yang saat itu berada di Korea Selatan.
Kemudian,
dengan diantar sendiri oleh Ali Moertopo, Benny menghadap langsung ke Soeharto.
Oleh penguasa Orde Baru itu Benny diserahi jabatan sebagai Ketua G-I Asisten
Intelijen Hankam yang bertugas mengendalikan seluruh intelijen di Angkatan
Darat dan Polri.
Selain
itu, Benny juga ditugaskan untuk membantu Badan Koordinasi Intelijen Negara
(BAKIN).
Leonardus Benny Moerdani
Sebagai
kader Ali Moertopo, beberapa posisi penting itu tentu saja sudah direncanakan
dengan matang. Apalagi kemudian Benny ikut pula menangani intelijen Kopkamtib
dan menjadi Ketua Satuan Tugas Intelijen, serta kemudian menjabat sebagai
Kepala Pusat Intelijen Strategis Hankam.
Karir
intelijen Leonardus Benjamin (Benny) Moerdani terus melejit dan menjadi sorotan
penting dalam hubungannya dengan umat Islam saat ia menggantikan Jenderal M
Yusuf sebagaiPanglima ABRI pada tahun 1983.
Setelah
Ali Moertopo, tongkat estafet permusuhan militer terhadap umat Islam
dilanjutkan oleh Benny Moerdani, kader Jesuit yang juga kader Moertopo.
Bagaimana
kiprah Benny Moerdani dalam memberangus gerakan Islam?Lanjutannya di bagian
3. (Artawijaya/salam-online.com)
Mengenal Sosok Intelejen Anti-Islam 1
ALI MOERTOPO, ARSITEK PEMBERANGUS GERAKAN ISLAM MASA ORDE BARU
SALAM-ONLINE.COM: Sosoknya dikenal sebagai tangan kanan
Soeharto. Ia menggunakan siasat “Pancing dan Jaring” untuk memberangus gerakan
Islam. Umat Islam disusupi dan dipancing untuk bertindak ekstrem, setelah itu
dijaring untuk diberangus atau dikendalikan!
Namanya
Ali Moertopo. Meski Muslim, dalam karir intelijen dan militernya ia dikenal
sebagai arsitek pemberangus gerakan Islam pada masa Orde Baru.
Ia
menjadikan umat Islam sebagai lawan, bukan kawan. Untuk memuluskan misinya, ia
berkolaborasi dengan kelompok anti-Islam, di antaranya kelompok Serikat Jesuit,
kejawen, dan para pengusaha naga yang menjadi pilar kekuatan Orde Baru.
Mereka
tak hanya mengebiri kekuatan Islam secara politik, tetapi juga memarjinalkan
perekonomian umat Islam.
Ali
Moertopo dilahirkan di Blora, Jawa Tengah, 23 September 1924. Sebagai tangan
kanan penguasa Orede Baru, Seoharto, beberapa jabatan mentereng di dunia
militer, intelijen, dan pemerintahan pernah dipegangnya, yaitu; Deputi Kepala
Operasi Khusus (1969-1974), Wakil Kepala Bidang Intelijen Negara (1974-1978),
Penasihat Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Golkar, dan Menteri Penerangan RI
(1978-1983).
Hampir
semua posisi dan karir yang didudukinya, berkaitan dengan upaya menyingkirkan
peranan umat Islam dan memberangus gerakan Islam.
Pada
pemilu tahun 1971, Moertopo memobilisasi kekuatan militer untuk menekan para
mantan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk memilih Golkar. Sedangkan
saat menjabat sebagai Kepala Operasi Khusus (Opsus), lembaga yang dikenal
angker pada saat itu, Ali Moertopo banyak melakukan upaya-upaya penyusupan
(desepsi, penggalangan dan pemberangusan gerakan Islam).
Siasat
“Pancing dan Jaring” digunakan oleh Moertopo untuk menyusup ke kalangan Islam,
melakukan pembusukan dengan berbagai upaya provokasi, kemudian memberangusnya.
Operasi
intelijen tersebut pada saat ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Densus
88, sebuah detasemen yang juga dikendalikan oleh musuh-musuh Islam, dengan
tujuan yang sama.
Beberapa
peristiwa seperti Komando Jihad, tragedi Haur Koneng, penyerangan Polsek
Cicendo, Jamaah Imran, dan Tragedi pembajakan pesawat Woyla, tak lepas dari
siasat licik Moertopo.
Stigma
“ekstrem kanan” yang ditujukan kepada umat Islam dan “ekstrem kiri” yang
ditujukan kepada anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI), juga
hasil dari kerja intelijen Moertopo.
Umat
Islam dipancing, kemudian dijaring dan diberangus. Sebagian yang tak kuat iman,
dikendalikan kemudian digalang untuk bekerjasama dengan penguasa.
Pada
peristiwa Komando Jihad misalnya, simpatisan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam
Indonesia (TII), dipropaganda dan dimobilisasi oleh Ali Moertopo untuk
melakukan perlawanan terhadap ancaman Komunis dari Utara (Vietnam).
Ali
Moertopo kemudian mendekati beberapa orang tokoh DI, yaitu Haji Ismail Pranoto,
Haji Danu Muhammad Hassan, Adah Djaelani, dan Warman untuk menggalang kekuatan
umat Islam, yang memang sangat memendam luka sejarah terhadap komunisme.
Setelah
ribuan umat Islam termobilisasi di Jawa dan Sumatera, dengan siasat liciknya,
Moertopo kemudian menuduh umat Islam akan melakukan tindakan subversif dengan
mendirikan Dewan Revolusi Islam lewat sebuah organisasi “Komando Jihad
(KOMJI)”.
Mereka
kemudian digulung dan dicap sebagai “ekstrem kanan”. Istilah “Komando Jihad”
muncul pada tahun 1976 sampai 1982. Selain KOMJI, rekayasa intelijen juga
terlihat jelas dalam kasus Jamaah Imran, Cicendo, dan pembajakan pesawat DC-9
Woyla.
Jamaah
Imran adalah kumpulan anak-anak muda yang dipimpin oleh Imran bin Muhammad
Zein, pria asal Medan. Aktivitas kelompok yang didirikan pada 7 Desember 1975
ini berpusat di Bandung, Jawa Barat.
Ali
Moertopo
Kelompok
ini berobsesi ingin membangun sebuah komunitas Muslim yang melaksanakan syariat
Islam secara murni. Untuk menjalankan misinya, menurut laporan intelijen,
mereka mendirikan Dewan Revolusi Islam Indonesia (DRII).
Istilah
Jamaah Imran juga diberikan oleh aparat, bukan penamaan yang dibuat kelompok
anak muda tersebut. Kasus Jamaah Imran mencuat ke publik saat terjadi
penyerangan Polsek Cicendo, Bandung, pada 11 Maret 1981.
Peristiwa
itu bermula ketika polisi menahan anggota jamaah tersebut karena kasus
kecelakaan. Kemudian mereka berusaha membebaskan anggotanya dengan melakukan
penyerangan bersenjata. Peristiwa berdarah itu menjadi legitimasi aparat untuk
melakukan penangkapan anggota Jamaah tersebut.
Peristiwa
Cicendo berlanjut dengan aksi pembajakan pesawat terbang DC 9 Woyla GA 208
dengan rute Jakarta-Palembang pada Sabtu, 28 Maret 1981. Pembajakan tersebut
dilakukan oleh lima orang anggota Jamaah Imran dengan membelokkan pesawat
menuju Bandara Don Muang, Thailand.
Drama
pembajakan ini berhasil ditumpas oleh Pasukan Khusus TNI di bawah pimpinan LB
Moerdani dan Sintong Pandjaitan. Mengapa sekelompok anak muda itu begitu
radikal dan berani melakukan perlawanan terhadap pemerintah? Setelah diusut,
sikap radikal kelompok itu ternyata diciptakan oleh seorang intel ABRI yang
bernama Johny alias Najamuddin yang menyusup dalam Jamaah Imran.
Johny
yang sudah diterima oleh jamaah tersebut kemudian melakukan beragam provokasi
dengan menebar kebencian kepada ABRI. Johny kemudian ‘membeberkan rahasia’ ABRI
yang dikatakan akan melakukan de-islamisasi di Indonesia.
Untuk
itu, Johny merencanakan agenda besar: melakukan perlawanan terhadap ABRI. Di
tengah sikap ABRI yang memang telah membuka “front” terhadap umat Islam, para
anggota Jamaah Imran kemudian terbujuk dengan gagasan Johny.
Tanpa
sepengetahuan para anggota jamaah lainnya, Johny membuat dokumentasi setiap
aktivitas yang dilakukan jamaah tersebut. Dengan skenario licik, Johny kemudian
membuat rencana untuk melakukan operasi pencurian senjata api di Pusat
Pendidikan Perhubungan TNI AD pada 18 November 1980.
Senjata
curian itulah yang kemudian dilakukan untuk menyerang Polsek Cicendo. Anehnya,
Johny yang telah menghasut anggota Jamaah Imran untuk menyerang markas polisi
tersebut, ternyata tak menampakkan batang hidungnya saat peristiwa terjadi.
Bahkan saat polisi melakukan aksi besar-besaran untuk menangkap Jamaah Imran,
Johny ‘lolos’ dari penangkapan.
Johny
akhirnya tewas dieksekusi anggota Jamaah ini di suatu tempat. Saat persidangan
kasus ini digelar di pengadilan, majelis hakim menolak untuk membuka identitas
Johny. Selain itu, Jaksa penuntut umum juga selalu mementahkan usaha untuk
mengorek identitas pria itu lebih dalam.
Jenderal
Soemitro, seniornya Ali Moertopo di lingkungan militer, dalam biografinya
menyebut kasus Jamaah Imran, peristiwa penyerangan terhadap Golkar di Lapangan
Banteng, dan pembajakan Pesawat Woyla sebagai rekayasa Opsus (Operasi Khusus)
Ali Moertopo yang menerapkan teori “Pancing dan Jaring”.
Dalam
kasus Jamaah Imran, kata Seomitro, Opsus memakai tokoh Imran yang bernama asli
Amran. Selama lima tahun Imran dibiayai oleh Ali Moertopo belajar di Libya
untuk mempelajari Islam dan ilmu terorisme. Imran Kemudian dimunculkan sebagai
sosok yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia kembali.
Soemitro
juga menceritakan, laporan intelijen menyebut tujuan operasi Woyla untuk
menggulingkan pemerintahan Soeharto dan mendiskreditkan umat Islam. Operasi ini
ingin memunculkan kesan bahwa kelompok Islam cenderung radikal dan masih
memiliki keinginan untuk mendirikan negara Islam seperti halnya DI/TII.
Inilah
yang kata Soemitro disebut sebagai teori “Pancing dan Jaring”, dimana umat
Islam dirangkul (dibina, pen) terlebih dahulu, lalu dikipasi untuk memberontak,
baru kemudian ditumpas sendiri oleh Opsus.
Jenderal
Soemitro menceritakan, “Kecurigaan saya terhadap kasus Woyla, mulai muncul,
ketika ada laporan bahwa sebetulnya Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab)
Jenderal TNI M Jusuf akan membawa Awaloedin Djamin—yang notabene memiliki pasukan
anti-teror untuk menyelasaikan kasus pembajakan tersebut.
Ali Moertopo (kanan)
Namun,
rencana itu tiba-tiba berubah tanpa sepengetahuan Jusuf, tidak tahu siapa yang
mengubahnya. Akhirnya yang berangkat bukan lagi pasukan Awaloedin Djamin, melainkan
pasukan RPKAD yang dipimpin Sintong Pandjaitan.
Ini
yang menjadi pertanyaan sampai sekarang, mengapa RPKAD yang berangkat, bukannya
polisi. Dari situ saya bisa menganalisis bahwa ada dua komando, yakni yang
langsung ke jalur Pangab, dan satunya lagi: Jalur invisible hand!” (Lihat,
biografi Jenderal Soemitro yang ditulis oleh Ramadhan K.H, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1994 dan buku Heru Cahyono, Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan
Peristiwa 15 Januari ’74, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998, Cetakan
Ketiga)… (Lanjut ke Bagian 2). (Artawijaya/salam-online.com)
Minggu, 25 November 2012
Ujung Sejarah Yahudi Adalah Kehinaan, Pasti Mereka Terkalahkan
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, Dzat yang
memporak-porandakan pasukan Ahzab, penolong hamba-hamba beriman dan berjihad.
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Kebiadaban berulang ditunjukkan Zionis
yahudi bangsa Israel. Pembunuhan masal kembali dilakukan terhadap kaum muslimin
Gaza, Palestina. Ratusan lebih anak-anak menjadi korban. Disusul kaum wanita
menempati urutan kedua. Selanjutnya kaum lemah dari kalangan orang tua dan
sedikit dari pejuangnya.
Mereka senantiasa haus untuk menumpahkan
darah orang beriman. Mereka sangat menikmati pembunuhan terhadap anak-anak kaum
muslimin. Bahkan salah seornag tokoh mereka mengatakan, ia mendapati kepuasan
saat melihat darah anak-anak Palestina tertumpah. (Sebagaimana disebutkan DR.
Abdul Aziz al-Rantisi dalam tulisannya: Sayuhzamul Irhab al-Suhyuni)
Kebencian dan permusuhan Yahudi terhadap
kaum muslimin tidak bisa ditutup-tutupi. Hanya orang buta saja yang menilai itu
kejahatan yang bisa dilakukan siapa saja. Padahal Allah telah menyebutkan dalam
Kitab-Nya, kekejaman mereka merupakan bagian dari karaktristik mereka yang
tidak bisa lepas,
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ
وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
"Telah dilaknati
orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang
demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas." (QS. Al-Maidah:
78)
Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan, laknat yang
menimpa mereka dalam kurun waktu yang sangat lama disebabkan kedurhakaan mereka
kepada Allah dan kezaliman mereka yang melampaui batas terhadap makhluk-Nya.
Al-Qur'an juga mencatat, dahulu, Yahudi
telah membunuh para Nabi pilihan Allah. Sekarang, mereka membunuh orang-orang
shalih yang mengimani para utusan Allah.
Pantaslah jika Allah mengancam mereka,
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
memberitahukan, bahwa sesungguhnya Dia akan mengirim kepada mereka (orang-orang
Yahudi) sampai hari kiamat orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab
yang seburuk-buruknya. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-A'raf:
167)
Pada masa Nabi Musa, Beliau 'Alaihis Salam memungut upeti dari mereka selama 7 tahun.
Lalu kehinaan mereka berlanjut saat mereka berada di bawah kekuasaan Yunani dan
raja-raja sesudahnya. Saat kekuasaan di tangan Nashrani, mereka juga dihinakan
dan mendapat berbagai siksaan sebagai hukuman Allah terhadap perbuatan mereka.
Kemudian datang Islam, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam menghinakan mereka
dengan memunggut pajak dan upeti dari mereka agar mendapat rasa aman. Hal ini
juga sebagai hukuman atas mereka yang mengingkari Allah dan Rasul-Nya serta
mendustakan ayat-ayat Allah.
Kehinaan juga akan meliputi akhir sejarah
mereka saat mereka menjadi pengikut dan pasukan Dajjal terlaknat. Kemudian kaum
muslimin yang ditemani Nabi Isa 'Alaihis Salam akan membunuh mereka.
Dan ini pertanda sudah dekatnya kiamat.
Ringkasnya, bahwa kafir Yahudi sebenarnya
umat terhina yang harus dihinakan. Dan ujung dari sejarah mereka adalah
kehinaan. Karena itulah, pejuang Islam jangan gentar menghadapi keangkuhan
Yahudi terlaknat. Sehebat-hebat senjata pembunuh mereka, ujung dari mereka
adalah kekalahan dan kehinaan.
Rasulullah Shallallaahu
'Alaihi Wasallam bersabda,
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ
فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ
الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا
عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا
الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ
“Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum
muslimin memerangi bangsa Yahudi, hingga kaum muslimin membunuhi Yahudi.
Sampai-sampai orang Yahudi berlindung di balik batu dan pohon, lalu batu dan
pohon tadi akan berbicara; 'Wahai orang Islam, hai hamba Allah! di belakangku
ada orang-orang Yahudi, kemarilah, bunuhlah dia,' kecuali pohon Gharqad, sebab
ia itu sungguh pohonnya Yahudi.” (HR. Ahmad)
. . . kafir
Yahudi sebenarnya umat terhina yang harus dihinakan. Dan ujung dari sejarah
mereka adalah kehinaan. Karena itulah, pejuang Islam jangan gentar menghadapi
keangkuhan Yahudi terlaknat. . .
Kehancuran Yahudi
Al-Qur’an telah mengabarkan kehancuran Yahudi,
seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآَخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا
الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا
تَتْبِيرًا
"Dan apabila datang saat
hukuman bagi (kejahatan Israel) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang Islam
di bawah pimpinan Imam Mahdi) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk
ke dalam Masjid (Al-Aqsha), sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali
pertama, dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa yang mereka kuasai”. (QS.
Al-Isra’: 7)
Sejak 1948 Yahudi merampas tanah
Palestina. Dan sejak 2006 sampai sekarang mereka memblokade Gaza. Sehingga
sekitar 1,5 juta jiwa muslim terkurung rapat dari dunia luar.
Berbagai upaya kemanusiaan untuk membantu
mereka selalu digagalkan oleh Israel, termasuk misi kemanusiaan yang baru saja
diserang pasukan komando Israel di perairan Gaza (Laut Mediterania). Tidak ada
kekuatan di dunia ini yang mampu menghentikan kebiadaban Israel.
Pengepungan dan pemenjaraan massal oleh
penjajah Israel dengan pembangunan tembok pemisah dimulai 16 Juni 2002 di Tepi
Barat dengan dalih pengamanan. Panjang tembok tersebut mencapai 721 km
sepanjang Tepi Barat, tinggi 8 meter sehingga mengisolasi lahan pertanian milik
penduduk Palestina yang ditanami berbagai buah, seperti anggur dan zaitun.
Hal ini berakibat perekonomian Palestina
terpuruk. Pengepungan ini sudah dinubuwatkan oleh RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam:
"Hampir tiba masanya
tidak dibolehkan masuk (embargo) kepada penduduk Iraq meski hanya satu
qafiz makanan dan satu dirham," Kami bertanya dari mana
larangan itu? Beliau menjawab: "Dari orang-orang asing yang
melarangnya."
Kemudian berkata lagi: "Hampir tiba masanya tidak diperbolehkan masuk (blokade) kepada
penduduk Syam (Palestina) meski hanya satu dinar dan satu mud makanan."Kami bertanya: "Dari mana larangan itu? Beliau menjawab:
Dari orang-orang Romawi." (HR. Muslim)
. . . Siapa
kekuatan yang mampu menghancurkan Israel? Pasukan Islam dari Khurasan
(Afghanistan) dengan bendera-bendera hitam, . . (al-Hadits) . . .
Siapa kekuatan yang mampu menghancurkan
Israel? Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan: “Akan muncul dari Khurasan (Afghanistan) bendera-bendera hitam, maka tidak
ada seorang pun yang mampu mencegahnya, sehingga bendera-bendera itu
ditancapkan di Eliya (al-Quds)“. (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Nu’aim bin
Hammad).
Kehancuran Israel berarti kiamat telah
dekat, sehingga banyak orang mempertahankan eksistensi Negara Israel tersebut,
namun janji Allah dan Rasul-Nya pasti akan terlaksana:
“Tidak akan terjadi
kiamat sehingga kaum muslimin memerangi bangsa Yahudi, sampai-sampai orang
Yahudi berlindung di balik batu dan pohon, lalu batu dan pohon tadi akan
berbicara; Wahai orang Islam, hai hamba Allah! di belakangku ada orang-orang
Yahudi, kemarilah, bunuhlah dia, kecuali pohon Ghorqod, sebab ia itu sungguh
pohonnya Yahudi”. (HR. Ahmad)
“Kalian akan memerangi
orang-orang Yahudi sehingga seorang diantara mereka bersembunyi di balik batu.
Maka batu itu berkata, “Wahai hamba Allah, inilah si Yahudi di belakangku, maka
bunuhlah ia”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (2767), dan Muslim dalam Shahih-nya
(2922)].
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Dalam
hadits ini terdapat tanda-tanda dekatnya hari kiamat, berupa berbicaranya
benda-benda mati, pohon, dan batu. Lahiriahnya hadits ini (menunjukkan) bahwa
benda-benda itu berbicara secara hakikat”.[Fathul Bari (6/610)]. Wallahu A’lam.
[PurWD/voa-islam.com]
Sabtu, 24 November 2012
Majalah Tempo, Media yang Gigih Memojokkan Penegakan Syariat Islam
JAKARTA (VoA-Islam) – Untuk menyegarkan kembali ingata, artikel Tempo
tentang 'Surat Terakhir Dari Putri" menyakitkan umat Islam Indonesia,
khususnya masyarakat Aceh.
Dengan simplifikasi yang buru-buru dan tanpa penelitian yang
mendalam, Tempo langsung mengambil kesimpulan :"Terlepas dari penyebab
kematiannya, banyak pihak berharap agar Putri menjadi korban terakhir dari
penerapan qanun yang dibuat dan diterapkan tanpa memperhatikan perlindungan
atas hak-hak anak."
Tulisan yang dibuat Jajang Jamaludin dan Imran MA ini juga
menyimpulkan: "Kematian Putri menjadi kian tak biasa karena
berkaitan dengan penerapan hukum syariah di Bumi Serambi Mekah..
Misi Tempo yang anti syariat Islam ini makin jelas, dengan
ditampilkannya artikel kedua tentang kasus di Aceh itu dengan artikelnya
: "Diskriminasi Sana Sini".
Dalam alinea pertama, Tempo menulis: "Kematian Putri
Erlina tak hanya mengundang belasungkawa dari masyarakat biasa. Lebih dari itu,
kematian remaja 16 tahun ini juga memantik kembali perlawanan kalangan aktivis
perlindungan anak dan perempuan terhadap peraturan yang mereka anggap
diskriminatif. "Putri menjadi korban kebijakan diskriminatif atas nama
moralitas dan agama," kata Komisioner Komisi Nasional Perempuan
Andy Yentriyani dalam siaran persnya, Jumat pekan lalu.
Artikel itu kemudian ditutup dengan : "Karena itulah
Andy mendesak agar aturan aturan yang diskriminatif dan sangat merugikan
tersebut segera direvisi. Sesuatu yang juga sejak dulu diteriakkan oleh Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia."
Dan kebijakan Tempo yang sinis terhadap syariat Islam itu makin
terlihat jelas dengan Catatan Pinggir yang dibuat 'god father-nya' Goenawan
Mohamad. "Mengenang Putri, 16 tahun, yang bunuh diri setelah
dituduh sebagai pelacur oleh polisi syariah di Langsa, Aceh," kata
Goenawan mengawali catatannya.
Kebijakan Tempo anti Perda Syariah dan Undang-Undang yang Islami
ini sebenarnya sudah lama dan nampak terang benderang pada Tempo edisi 4
September 2011, dengan menampilkan judul liputan khusus: Perda Syariah Untuk
Apa. Kebijakan redaksinya nampak dalam kolom opininya yang menyatakan :
"Indonesia tampaknya bukan tempat yang
tepat untuk menegakkan hukum yang berlatar belakang syariah. Lihat saja
penerapan aturan-aturan baru bernuansa keagamaan itu . Ketentuan itu diterapkan
secara diskriminatif: begitu tegas terhadap masyarakat kelas bawah, tapi tidak
bergigi manakala harus berhadapan dengan pelanggar aturan dari kalangan elite
atau masyarakat kelas atas. Inilah antara lain kritik terhadap penerapan
syariah Islam yang telah berjalan lebih dari sepuluh tahun di Bumi Serambi
Mekah, Aceh. Hampir semua hukuman hanya mengena pada masyarakat kelas
bawah."
Tempo menutup kebijakan redaksinya itu dengan: "Lahirnya
aturan-aturan syariah ini barangkali lebih efektif ketimbang dakwah puluhan
tahun para kiai di kampung-kampung. Sebab aturan-aturan itu menggunakan
tangan-tangan perkasa pemerintah (daerah) untuk memaksa para perempuan setempat
mengenakan kerudung dan pakaian yang Islami, atau memaksa pasangan yang hendak
menikah belajar membaca Al Quran lebih serius. Namun kemungkinan besar
aturan-aturan itu tidak sanggup menjawab persoalan substansial yang sedang
dihadapi bangsa ini, seperti kemiskinan, kerusakan lingkungan dan
korupsi."
Majalah Tempo yang dikenal dengan majalah investigasi ternama,
ternyata dalam kasus bunuh diri Putri di Langsa Aceh ini melakukan simplifikasi
yang buru-buru dan dipaksakan. Tempo tidak berusaha mengadakan penyelidikan
yang mendalam tentang kasus ini dan mengambil kesimpulan bahwa kasus bunuh diri
itu karena berkaitan dengan penerapan hukum syariah di Bumi Serambi Mekah.
Tempo Bukan Media Rujukan
Dosen STID Moh Natsir, Nuim Hidayat ketika dimintai tanggapannya
soal pemberitaan Majalah Tempo edisi 17-23 September 2012 tentang kasus kematian
Putri Erlina yang berujung terhadap upaya melemahkan penegakan syariat Islam di
Aceh dan sejumlah daerah di Tanah Air, mengatakan majalah itu telah menyakiti
umat Islam. Menurutnya Tempo telah gegabah dengan menurunkan berita yang
berjudul “Diskriminasi Sana-Sini”.
Sebelumnya Dinas Syariat Islam Kota Langsa juga menyatakan
keberatannya atas pemberitaan majalah yang digawangi tokoh JIL yang bernama
Goenawan Muhammad itu.
Dalam temu persnya, Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa Aceh,
Ibrahim Latief mengatakan, kematian Putri Erlina tidak ada sangkut pautnya
dengan penerapan syariat Islam di Aceh.
Nuim Hidayat menilai, jurnalis Tempo yang menulis berita itu,
tidak mengadakan penelitian mendalam kepada pihak-pihak yang terkait
dengan kematian Putri Erlina, apakah itu keluarga, teman dan sahabat,
guru-guru, dan dinas syariat Islam kota Langsa itu sendiri.
“Dinas syariat Islam di kota Langsa tak pernah mengatakan bahwa
korban adalah pelacur. Kalau ada media massa lokal di Aceh yang mengatakan
bahwa kematian Putri Erlina terkait dengan penerapan syariat Islam di sana, itu
bukanlah tanggung jawab lembaga tersebut atas efek negatif dari
pemberitaannya.”
Kesimpulan majalah Tempo yang mengatakan kematian Putri Erlina
terkait dengan penerapan syariah Islam, patut dianalisis lebih lanjut, karena
belum pernah ada sebelumnya orang-orang yang terkena razia syariah bunuh diri,
padahal dinas syariah kota Langsa sudah menahan banyak sekali pelaku pelanggar
syariah di sana.
Kemudian faktor penyebab Putri Erlina bunuh diri juga patut
diteliti, apakah alasannya membunuh dirinya sendiri?
Bagaimana kondisi kejiwaan sang korban, bagaimana hubungan korban
dengan keluarganya, apakah korban terkena kasus lain yang menyebabkan dia bunuh
diri, menyusul ditahannya korban akibat pelanggaran syariah oleh dinas penegak
syariah di sana?
Lalu penjelasan di surat wasiatnya yang mengatakan korban tidak
menjual dirinya, apakah penyebabnya karena tudingan pelacur dari media massa
atau dari dinas syariah itu sendiri?
Nuim yang merupakan adik Adian Husaini ini menggarisbawahi,
sebagai media massa Tempo harus selalu menyajikan berita yang adil dan
berimbang, to cover both side, mengingat efek pemberitaannya kepada
masyarakat luas, khususnya bagi kalangan yang tidak mengerti tentang syariah
Islam.
Menurut Nuim, diterapkannya syariah Islam justru membawa kemajuan
bagi masyarakat Aceh. Syariah Islam yang sudah diterapkan di Aceh sejak zaman
Samudera Pasai dahulu, terbukti ampuh mengatasi kriminalitas, kerusakan akhlak
dan moral masyarakat, dan melawan penjajahan Belanda serta akibat buruk di
baliknya (program pemurtadan besar-besaran di sana).
Nuim menyadari masih adanya kelemahan dalam upaya penegakan
syariah di sana, tapi setidaknya Aceh lebih kondusif dan aman sekarang di bawah
hukum Syariah ketimbang daerah-daerah lainnya yang tidak menggunakan hukum
Syariah.
Nuim pun menantang Tempo untuk mengadakan survei secara nasional
dengan obyektif. Membandingkan faktor kriminalitas dan amoralitas; korupsi,
pemerkosaan, pencurian, perampokan, tawuran remaja, seks bebas, penggunaan
narkoba dan miras, penyebaran pornografi dan pornoaksi, aktivitas pelecehan
agama, dan sebagainya, antara daerah yang tidak menggunakan syariah Islam
dengan Aceh, yang menggunakan syariah Islam.
Jika sedikit-sedikit Tempo mengaitkan keburukan-keburukan yang
menimpa Aceh dan masyarakatnya terkait penegakan syariah, Tempo harus berani
menarik kesimpulan bahwa di daerah-daerah non penegakan syariah pun, tingginya
kasus-kasus kriminalitas dan amoralitas di sana, adalah akibat diterapkannya
hukum sekuler.
Nuim dan dinas syariah kota Langsa akan selalu berkomitmen untuk
melawan penyebaran ide-ide Islamofobia yang diusung media massa nasional (dan
internasional), apapun medianya.
Terakhir Nuim menyerukan dan mendorong agar penegakan syariah
Islam ditingkatkan kualitasnya, mulai dari kualitas guru agama, para penegak
syariah dan dinas yang terkait, hingga pengambil kebijakannya, sehingga
penegakan syariah bisa dirasakan manfaatnya oleh segenap warga Aceh.Desastian/dbs
KPAI Sudah Temukan Kejanggalan Kematian Putri, Kaum Liberal Meradang
ACEH (VoA-Islam) – Sejumlah media lokal di Aceh memberitakan, Putri
Erlina (16), gadis asal Desa Aramiah, Kecamatan Birem Bayeun, Aceh Timur,
ditemukan tewas tergantung di dalam kamar tidur rumahnya pada Kamis malam (6/9/2012),
sebulan lalu. Putri pertama kali ditemukan oleh adiknya, Aris (11).
Seorang rekan korban yang datang meminjam setrika, mengaku sempat
memergoki Putri sesunggukan di dalam kamar, di depan meja rias sederhananya.
Adegan itu terjadi beberapa saat sebelum Putri ditemukan tewas.
Kapolsek Birem Bayeun Iptu Zulkarnaen, kepada koran lokal,
Prohaba, Jumat (7/9) mengatakan, korban meninggal dunia diperkirakan pukul
22.00 WIB. Saat ditemukan Putri telah tergantung dengan seutas tali plastik di
dalam kamar tidur rumahnya.
Kapolsek menambahkan, berdasarkan hasil keterangan visum dokter
RSUD setempat, Putri murni bunuh diri karena tidak ditemukan bekas luka lainnya
di tubuh korban, selain bekas jeratan tali di lehernya.
Belakangan, dugaan bahwa Putri mati bunuh diri diragukan sejumlah
kalangan. Putri diduga bukan mati bunuh diri, melainkan dibunuh. Adalah anggota
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arnisah Vonna, yang menguak sejumlah
kejanggalan kematian Putri.
"Soalnya, kepada saya sudah diperlihatkan foto wajah Putri
begitu diturunkan dari tali gantungan. Wajahnya penuh riasan dan dia meninggal
seperti layaknya orang tidur. Tapi anehnya foto itu sampai sekarang tidak
diberikan kepada KPAI, meski sudah saya minta, dan petugas Polsek Birem Bayeun
bernama Bakhtiar Alam berjanji akan memberikan copy-nya kepada saya. Tapi kapan
akan diberikan?" tanya Arnisah, seperti dikutip Serambi Indonesia.
Banyak ditemukan kejanggalan atas kematian Putri yang secara
kasatmata justru tidak mencerminkan ciri-ciri umum forensik pada kasus orang
yang mati gantung diri. Misalnya, lidahnya tidak terjulur, matanya tidak
terbelalak, kakinya malah menekuk, dan tidak ditemukan tinja di duburnya.
"Pada saat meninggal, riasan wajah Putri sempurna. Tak
mungkin orang yang hendak bunuh diri merias wajah seserius itu. 90 persen saya
duga anak ini dibunuh," ujar Arnisah.
Menurut investigasi Serambi Indonesia, ternyata tidak ada satu
benda pun (kursi, bangku plastik, atau kaleng) di bawah kaki Putri saat
tubuhnya ditemukan tergantung di tali rafia kecil.
Lazimnya, untuk menggantung diri pelaku biasanya berpijak di benda
tertentu, sedangkan lehernya dimasukkan ke tali jerat. Lalu benda itu dia
sepak/jatuhkan, sehingga lehernya otomatis terjerat dan tubuhnya tergantung.
Tapi fakta ini tak ditemukan dalam kasus kematian Putri.
Ayahnya bahkan memastikan saat ditemukan tergantung, kedua lutut
Putri dalam keadaan menekuk. Selain itu, sakingkecilnya tali rafia
yang menjerat lehernya, cukup disulut dengan api rokok saja, langsung putus,
lalu tubuh Putri diturunkan ke ranjang.
KPAI Temukan Kejanggalan
Dokumen lain yang didapat KPAI juga menunjukkan kejanggalan. Bahwa
tulisan tangan dalam surat Putri, berbeda dengan tulisannya yang didapat di
buku-buku pelajarannya saat masih sekolah. "Ini pun akan kita minta Labfor
Polri memeriksanya," kata Arnisah.
Tragedi yang menimpa Putri ini berawal pada Senin dini hari
(3/9/2012) sekitar pukul 03.00 WIB di Lapangan Merdeka, Kota Langsa, NAD. Atas
laporan masyarakat, polisi syariah menggerebek sejumlah pemuda dan pemudi di
sana karena melakukan aktivitas khalwat (bersepi-sepian dengan
lelaki bukan mahramnya di tempat sunyi). Di Aceh, berkhalwatberarti
melanggar Qanun No. 14 Tahun 2003.
Sebagian pemuda dan pemudi lari dan berhasil lolos dari kejaran
aparat, sementara Putri dan seorang kawannya, IB, berhasil terjaring razia.
Mereka kemudian dibawa ke kantor Dinas Syariat Islam Kota Langsa. Ibrahim
Latif, Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa, sampai di kantor tepat pukul
03.30 WIB.
Kedua remaja itu kemudian diperiksa dan diberi bimbingan.
Kepada Suara Islam, Ibrahim menjelaskan bahwa kedua remaja itu
berasal dari keluarga broken home. IB, kata Ibrahim, mengaku dirinya sering
keluar malam. Bahkan ia menyebut besaran tarifnya untuk sekali pakai. Kepala
Desa tempat IB tinggal saat dipanggil ke kantor Dinas SI, juga mengakui bahwa,
"anak ini sudah rusak."
Sementara Putri, kata Ibrahim, mengaku sebagai "pemain
baru". Dini hari itu ia mengaku habis nonton organ tunggal (keyboard) di
Langsa. Tetapi ia juga mengakui bahwa dirinya juga pernah melakukan kemaksiatan
dengan pacarnya di tempat berbeda.
Atas pengakuan Putri, Ibrahim lantas memanggil makcik dan
pakcik-nya yang tinggal di Langsa. "Kebetulan ada polisi WH yang tahu
rumah tante Putri itu," kata Ibrahim. Sedangkan IB, Kepala Desanya yang
datang.
Ibrahim lantas meminta kepada Putri untuk menjelaskan kepada adik
ibunya itu kenapa ia ditangkap. Lalu berceritalah Putri, hingga makcik-nya
hendak menamparnya. Tetapi dicegah oleh Ibrahim. Alasannya, karena masih di
kantor Dinas SI. "Kalau di rumahnya, ya silahkan saja," katanya.
Dalam pertemuan itu Ibrahim mengaku tidak pernah menyebut kedunya dengan sebutan "lonthe" atau pelacur sebagaimana dituduhkan kalangan liberal. "Saya tidak mengerti, kita tidak pernah menyebut itu," ungkapnya.
Dalam pertemuan itu Ibrahim mengaku tidak pernah menyebut kedunya dengan sebutan "lonthe" atau pelacur sebagaimana dituduhkan kalangan liberal. "Saya tidak mengerti, kita tidak pernah menyebut itu," ungkapnya.
Akhirnya, tepat pukul 10.30 WIB semua proses pemeriksaan selesai.
Mereka telah menandatangani pernyataan untuk tidak lagi mengulangi perbuatannya
lagi. Putri dibawa pulang oleh makcik-nya, sementara IB oleh kepala desanya.
"Karena kedua remaja itu beda kampung," ungkap Ibrahim.
Ibrahim juga menjelaskan, saat kedua remaja itu berada di
kantornya, ada wartawan sebuah media lokal yang melakukan wawancara dengan
keduanya. Bahkan Putri, kata Ibrahim, sempat mendekat kepada sang wartawan agar
tidak menulis kasus yang menimpanya.
Selesailah proses pemeriksaan dan bimbingan hari itu. Tetapi tiga
hari kemudian merebak berita Putri gantung diri di rumahnya, di Aceh Timur,
yang berjarak 5-6 km dari Kota Langsa. Padahal selama pemeriksaan di Kadis SI
Langsa, Putri dalam kondisi baik, sehat dan tidak ada tekanan sama sekali.
Sebelum mati, Putri sempat menulis surat dalam secarik kertas.
Dalam suratnya, Putri bersumpah tak pernah menjual dirinya. "Ayah…,
maafin Putri ya yah, Putri udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi Putri
berani sumpah kalau Putri gak pernah jual diri sama orang. Malam itu Putri Cuma
mau nonton kibot (keyboard-red) di Langsa, terus Putri duduk di lapangan
begadang sama kawan-kawan Putri."
Pada alinea berikutnya, dia melanjutkan, "Sekarang Putri
gak tau harus gimana lagi, biarlah Putri pigi cari hidup sendiri, Putri gak da
gunanya lagi sekarang. Ayah jangan cariin Putri ya..!!, nanti Putri juga pulang
jumpai ayah sama Aris. Biarlah Putri belajar hidup mandiri, Putri harap ayah
gak akan benci sama Putri, Ayah sayang kan sama putri..???, Putri sedih kali
gak bisa jumpa Ayah, maafin Putri ayah… Kakak sayang sama Aris, maafin kakak
ya.. (Putri sayang Ayah)."
Dari sinilah kemudian kalangan liberal berang dan menuding Dinas
Syariat Islam Langsa yang mengawal pemberlakuan Qanun Syariah dianggap sebagai
biang kematian Putri. Hingga kemudian Tempo, mengawali laporan
tentang Putri dengan kalimat lead, "Seorang remaja
perempuan ditemukan mati tergantung setelah ditangkap polisi syariah di Langsa,
Aceh. Sempat membela diri lewat surat." Desastian/dbs
www.voa-islam.com
Kasus Kematian Putri : Upaya Pelemahan Penegakan Syariat Islam di Aceh
JAKARTA (VoA-Islam) - Ketua Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional
Komnas Perempuan Husein Muhammad dalam diskusi bersama Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) Padang di Sekretariat Women Crisis Center (WCC) Nurani
Perempuan, di Padang, Kamis (22/11/2012) menyebut perempuan Aceh -- bernama
Putri Erlina -- bunuh diri akibat perda diskriminatif. Perempuan muda itu bunuh
diri dikarenakan mengalami tekanan psikologis dan tak kuat menahan malu,
dikarenakan dicap pelacur, setelah ditangkap Polisi Syariat Islam Aceh yang
mendapatinya keluar pada malam hari.
Yang pasti, kematian Putri Erlina dijadikan momentum oleh kalangan
Liberal untuk menghantam pelaksanaan syariat Islam di bumi Nanggroe Aceh
Darussalam. Mbahnya Jaringan Islam Liberal (JIL) Goenawan Mohammad menulis
dalam catatan pinggirnya di majalah Tempo edisi 12-23
September 2012 lalu berjudul "Leda".
Goenawan ingin menunjukkan bahwa Putri telah ditimpa ketidakadilan
sebagaimana sosok Leda yang diperkosa Dewa Zeus yang menyamar sebagai angsa
misterius."Mengenang Putri, 16 tahun, yang bunuh diri setelah dituduh
sebagai pelacur oleh polisi syariah di Langsa, Aceh." Itulah
kalimat pertama dari seorang dedengkot Liberal.
Demi memojokkan syariat Islam, Tempo menghabiskan
lima halaman untuk membahas soal Putri. Empat halaman di rubrik hukum dan satu
halaman catatan pinggir si Gun. Secarik surat Putri yang konon ditulis sebelum
ia mati dimuat satu halaman penuh.
Tempo memanfaatkan sejumlah narasumber Liberal dan dikenal anti syariat
dari Kontras, Komnas Anak dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan). Bahkan ketiga lembaga ini secara khusus pada Kamis
(13/9/2012) lalu menggelar jumpa pers di Jakarta menyikapi kematian Putri.
Anggota Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menuding bahwa kematian
Putri adalah akibat kebijakan diskriminatif atas nama moralitas dan agama. Andy
menyebut kasus ini bukanlah kali pertama, sebelumnya di Kota Tangerang kasus
serupa juga menimpa seorang ibu bernama Lilis Lisdawati.
"Meski Aceh merupakan daerah istimewa dengan otoritasnya
hukum syariat Islam yang berlaku di sana, tidak semata-mata mengabaikan hukum
nasional yang ada. Ini perlu direvisi oleh gubernur dan pemerintahan yang baru
di sana, dengan lebih memperhatikan penegakan HAM, khususnya bagi anak dan
perempuan," desaknya.
Kontras menilai, Putri bunuh diri karena dua hal. Pertama,
penerapan hukum syariat Islam di Aceh dan kedua, pemberitaan media terhadap
anak di bawah umur yang berhadapan dengan hukum. "Qanun yang dipakai
polisi syariah Aceh bertindak secara berlebihan terhadap Putri. Putri, gadis di
bawah umur yang berada di luar rumah hingga larut malam langsung ditangkap dan
diceramahi didepan umum, dan dituduh pelacur," ujar Kepala Biro Pemantauan
Kontras, Feri Kusuma.
"Kedua, esok harinya keluar berita berjudul 'Dua Pelacur ABG
Dibeureukah WH'. Dibeureukah bahasa Aceh yang artinya tidak
sekedar ditangkap tetapi merupakan bahasa kasar di Aceh yang ditujukan kepada
orang-orang yang sudah salah. Padahal, Putri tidak terbukti bersalah, yang
dapat dibuktikan dengan sumpah yang dituliskan dalam surat yang ditinggalkan
Putri sebelum bunuh diri. Juga vonis pelacur yang dilabelkan ke Putri,"
papar Feri.
LSM lokal di Aceh juga menuding Wilayatul Hisbah (polisi syariat,
red) tidak profesional dalam bekerja. "Kita berharap tidak ada Putri
lainnya di Aceh. Seharusnya WH punya mekanisme, ada tahapan dan proses
pembuktian saat memvonis, saya tidak setuju dengan cara kerja WH selama
ini," kata Ketua LSM Flower Aceh Desy Setyawati, seperti dikutip situs
berita The Atjeh Pos.
Sementara Koordinator LSM Beujroh, Raihana Diani, meminta agar WH
segera dievaluasi. Sebab menurut Raihana pelaksanaan syariat Islam di Aceh
harusnya bermuara pada perubahan masyarakat menjadi lebih baik. "Kenapa
ini bisa berujung bunuh diri ya? Wajib dievaluasi lembaga Satpol PP dan
WH," katanya.
Supaya tak menimbulkan persoalan berlarut-larut dan fitnah
berkepanjangan, Ketua KPAID Aceh, Tgk Anwar Yusuf Ajad mendesak agar misteri
kematian Putri segera diungkap.
"Misteri kematian PE harus terjawab tuntas, dan kami berharap
tidak ada lagi pihak yang sengaja menghembuskan isu agar terjadi benturan
antara penegakan syariat Islam dengan isu perlindungan anak," kata Tgk
Anwar Yusuf Ajad, seperti dikutip Serambi Indonesia.
Anwar Yusuf membahkan, pihaknya juga berharap agar semua pihak tidak menambah polemik yang berkepenjangan terhadap kasus ini. "Janganlah karena kepentingan kelompok, lalu menyudutkan salah satu pihak. Kita harus melihat secara objektif, sehingga penyelesaian masalah ini tidak bergeser ke upaya pelemahan peran Syariat Islam di Aceh," kata Anwar.
Anwar Yusuf membahkan, pihaknya juga berharap agar semua pihak tidak menambah polemik yang berkepenjangan terhadap kasus ini. "Janganlah karena kepentingan kelompok, lalu menyudutkan salah satu pihak. Kita harus melihat secara objektif, sehingga penyelesaian masalah ini tidak bergeser ke upaya pelemahan peran Syariat Islam di Aceh," kata Anwar.
"Sangat tidak relevan ketika ada pihak yang
menghubung-hubungkan kematian Putri Erlina karena ditangkap WH. Sudah banyak
orang yang ditangkap WH dan bahkan dicambuk di depan khalayak ramai, tapi tidak
ada yang sampai bunuh diri. Jadi kasus ini harus diusut tuntas, agar tidak
timbul fitnah," tandas Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Tgk
Faisal Ali.
Pelemahan Syariat Islam
Dorongan agar kematian Putri diselidiki muncul dari LSM
Gerakan Masyarakat Transparansi (GeMPAR). Menurut Ketua LSM GeMPAR Aceh,
Auzir Fahlevi, kejanggalan-kejanggalan dalam kematian Putri bisa menjadi celah
hukum bagi polisi untuk melakukan upaya penyelidikan.
GeMPAR menyayangkan di saat pihak keluarga memberikan izin agar
jenazah Putri diautopsi, ternyata polisi tidak secepatnya melakukan autopsi.
"Yang lebih aneh lagi, tiba-tiba saja terjadi perubahan sikap keluarga
yang tidak mengizinkan lagi dilakukan autopsi, padahal sebelumnya sangat
berharap dilakukan autopsi karena berbagai temuan kejanggalan," tandasnya.
Ketua MUI Pusat KH A Cholil Ridwan turut menolak upaya-upaya musuh
Islam yang dilakukan untuk mendiskreditkan penerapan syariat Islam di bumi NAD.
"Syariat Islam secara konstitusi sah berlaku di Aceh. Segala upaya
merongrong penerapannya pasti akan berhadapan dengan umat Islam,"
Mantan anggota Komnas HAM Syafruddin Ngulma Simeulue mengungkapkan
bahwa upaya pelaksanaan syariat Islam memang sering disorot dan diputarbalikkan
oleh orang-orang yang memusuhinya. "Banyak fitnah yang dibuat seolah-olah
syariat Islam melanggar HAM, membuat malapetaka. Ini memang senandungnya orang
kafir," katanya.
Kasus matinya Putri, kata Syafruddin, oleh kalangan liberal memang
disikapi secara berlebihan dan digunakan untuk menghantam syariat Islam.
"Itu mengada-ada. Banyak orang mati yang aneh-aneh tapi tak dipersoakan.
Mestinya itu diselidiki saja. Ada aturan hukum nasional, diinvestigasi saja.
Tak ada syariat Islam membawa petaka," tandasnya.
Majelis Pemusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menyerukan Dinas Syariat
Islam tak gentar menghadapi berbagai upaya yang mengarah pada pelemahan
penegakan syariat Islam di Aceh. "Ulama berada di belakang Dinas Syariat
Islam, tak terkecuali ketika menghadapi upaya hukum oleh pihak-pihak tertentu,
seperti yang kini ditujukan kepada Drs H Ibrahim Latif MM (Kadis Syariat Islam
Kota Langsa). Setiap usaha pelemahan syariat Islam harus dilawan
bersama-sama,"Desastian/dbs
www.voa-islam.com
Langganan:
Postingan (Atom)