Entri Populer

Minggu, 09 Desember 2012

Mengenal Sosok Intelijen Anti-Islam (2)



ALI MOERTOPO, ARSITEK PEMBERANGUS GERAKAN ISLAM MASA ORDE BARU (2)

SALAM-ONLINE.COM: Untuk memuluskan langkah-langkah politik Islamophobia, kelompok militer anti-Islam yang dikomandoi oleh Ali Moertopo, oknum pengusaha etnik Cina, Serikat Jesuit, dan pejabat sekular-kejawen, mendirikan sebuah lembaga think tank bernama Centre for Strategic and International Studies (CSIS)  pada 1 September 1971, bermarkas di Tanah Abang III, Jakarta Pusat.
Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani (penasihat kebatinan Soeharto) menjadi sosok yang berada di belakang CSIS. Lembaga ini kemudian membuat masterplan pembangunan Orde Baru yang sangat menguntungkan pemerintah, pengusaha etnik Cina dan kelompok Kristen.
Sementara umat Islam dianggap sebagai bahaya yang mengancam, yang bercita-cita mendirikan negara Islam. Mereka masih menjadikan isu “Darul Islam” sebagai jualan untuk memberangus gerakan Islam. Selain pula mewaspadai kebangkitan Islam politik yang pada masa lalu direpresentasikan melalui kekuatan Partai Masyumi.
Kelompok Kristen dan oknum pengusaha etnik Cina yang merapat ke militer, meyakinkan pemerintah dan tentara, bahwa jika umat Islam berkuasa, maka akan terjadi diktator mayoritas, dimana penegakan syariat Islam akan diberlakukan.
Pemerintah yang ketika itu mabuk kekuasaan dan tentara yang diindoktrinasi untuk mewaspadai ancaman terhadap kebhinekaan Pancasila, kemudian termakan isu tersebut, sehingga memposisikan umat Islam sebagai bahaya.
Agenda politik kelompok anti Islam ini berhasil menciptakan konglomerasi dan gurita bisnis antara penguasa dan pengusaha. Di antara jaringan bisnis tersebut adalah Pan Group milik Panlaykim dan Mochtar Riady, PT Tri Usaha Bakti milik Soedjono Hoemardani, Pakarti Grup milik Lim Bian Kie dan Panlaykim, dan Berkat Grup milik Yap Swie Kie.
Masuknya kekuatan konglomerat dalam lingkaran Orde Baru membuat rezim tersebut semakin kuat. Karena itu, ada yang mengatakan bahwa Orde Baru dibangun oleh empat pilar kekuatan, yaitu ABRI, Birokrat, Golkar dan konglomerat.
Keempat pilar tersebut memainkan peran penting dalam memarjinalkan peran politik umat Islam saat itu. Kolaborasi rezim Orba dengan pengusaha Katolik/Cina di antaranya dengan membuat kebijakan yang memotong urat nadi ekonomi umat Islam dan menghidupkan kelompok kecil Cina keturunan.
Sentra-sentra ekonomi umat Islam seperti di Pekalongan, Solo, Pekajangan, Majalaya, dan lain-lain, dengan aneka kebijakan pemerintah dapat dikerdilkan.
Jaringan perbankan dan sektor keuangan lainnya juga berhasil mereka kuasai. Karena itu, ketika Orba berkuasa, gurita bisnis kelompok ini begitu perkasa dan dapat memengaruhi kebijakan pemerintah.
Siapa Ali Moertopo sesungguhnya?
Mantan Pangkopkamtib Jenderal Soemitro mengatakan asal usul Ali Moertopo sangat gelap, sehingga banyak rumor yang beredar tentang sosoknya.

Ali Moertopo
Kasman Singodimedjo, tokoh Islam yang pada zaman Soekarno aktif di militer mengatakan, Ali Moertopo adalah bekas intel tentara Angkatan Laut Belanda (Netherland Information Service) yang ditangkap Hizbullah di daerah Tegal, Jawa Tengah. Saat ditangkap, Ali Moertopo nyaris dibunuh. Ia kemudian dijadikan double agent oleh Hizbullah.
Versi lain, seperti diceritakan Adam Malik, Ali Moertopo adalah pendiri AKOMA (Angkatan Komunis Muda) yang berafiliasi pada partai Murba Alimin, yang berhaluan Sneevliet. Meski tidak percaya bahwa Moertopo bekas pentolan salah satu organisasi Komunis, Soemitro menceritakan kisah yang dikait-kaitkan dengan sosok Komunis Moertopo.
Saat ada seorang staf Moertopo ingin membuat tulisan tentang “Peristiwa Tiga Daerah” yang menyebutkan Komunis sebagai dalang dari peristwa itu, Moertopo membentaknya. “Mau Apa? Mau mendiskreditkan saya?”
Moertopo juga dikenal dekat dengan Kolonel Marsudi, salah seorang anggota PKI yang pernah menjadi Direktur Opsus. Selama di Opsus, Marsudi selalu berada di belakang layar dan sangat tertutup.
Marsudi pun disebut-sebut sebagai pendiri Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), organisasi mahasiswa underbouw PKI. Cerita mengenai ini diungkap dalam buku biografi Jenderal Soemitro, senior Ali Moertopo di lingkungan militer, yang ditulis oleh Ramadhan K.H.
Dalam catatan Jenderal Soemitro, jauh-jauh hari Ali Moertopo sudah merencanakan CSIS dan Opsus sebagai alat untuk memperkuat dan mengamankan rezim Orba.
Ali Moertopo yang melihat kekuatan Islam sebagai gerakan yang bisa mengancam ‘gerak laju pembangunan’, mencari partner yang bisa diajak untuk sama-sama menjegal gerakan Islam. Dan partner tersebut adalah kelompok Katolik yang tergabung dalam Ordo Jesuit.
Ali Moertopo didekati kelompok ini karena posisinya sebagai orang dekat Soeharto dan mempunyai pengaruh di ABRI. Kabarnya, Ali Moertopo sudah didekati kelompok ini sejak tahun 1960-an.
Ali Moertopo sendiri sudah mengetahui bahaya dari kelompok Orde Jesuit ini, yang ia sebut lebih berbahaya dari komunisme karena terdiri dari para intelektual adventurir. Namun, kata Ali, kedekatannya dengan kelompok itu adalah untuk meredam gerakan mereka, atau dalam bahasanya “untukmengandangkannya ketimbang bergerak liar”.
Apakah dalam rangka “mengandangkan” Orde Jesuit ini juga, kemudian Ali Moertopo menjadikan rumah Pater Beek (tokoh Jesuit Indonesia) di jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, sebagai markas Opsus?
Saat peristiwa 15 Januari 1974, Ali Moertopo diduga terlibat penunggangan aksi apel mahasiswa yang menolak kedatangan PM Jepang yang berujung pada kerusuhan di Jakarta.
Tujuan manuver politik Moertopo adalah untuk menyingkirkan orang-orang yang mencoba mendekati Soeharto dan menjadi rival politiknya. Untuk menggambarkan bahwa dia orang yang bisa mengendalikan kebijakan politik Orde Baru, Benny Moerdani, kadernya Moertopo, pernah mengatakan, ”Kuda boleh berganti, tapi saisnya tetap satu”.
Artinya, siapapun bisa menggantikan Soeharto, asalkan tetap bisa dikendalikan oleh Moertopo dan kelompoknya.
Setelah peristiwa 15 Januari 1974, Ali Moertopo melakukan lobi politik kepada Presiden Soeharto untuk memanggil Benny ke Jakarta agar ditempatkan dalam jajaran penting di militer.
Keseriusan Ali Moertopo untuk menempatkan kadernya dalam posisi strategis di elit militer terlihat dengan menelepon langsung Benny yang saat itu berada di Korea Selatan.
Kemudian, dengan diantar sendiri oleh Ali Moertopo, Benny menghadap langsung ke Soeharto. Oleh penguasa Orde Baru itu Benny diserahi jabatan sebagai Ketua G-I Asisten Intelijen Hankam yang bertugas mengendalikan seluruh intelijen di Angkatan Darat dan Polri.
Selain itu, Benny juga ditugaskan untuk membantu Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN).

Leonardus Benny Moerdani
Sebagai kader Ali Moertopo, beberapa posisi penting itu tentu saja sudah direncanakan dengan matang. Apalagi kemudian Benny ikut pula menangani intelijen Kopkamtib dan menjadi Ketua Satuan Tugas Intelijen, serta kemudian menjabat sebagai Kepala Pusat Intelijen Strategis Hankam.
Karir intelijen Leonardus Benjamin (Benny) Moerdani terus melejit dan menjadi sorotan penting dalam hubungannya dengan umat Islam saat ia menggantikan Jenderal M Yusuf sebagaiPanglima ABRI pada tahun 1983.
Setelah Ali Moertopo, tongkat estafet permusuhan militer terhadap umat Islam dilanjutkan oleh Benny Moerdani, kader Jesuit yang juga kader Moertopo.
Bagaimana kiprah Benny Moerdani dalam memberangus gerakan Islam?Lanjutannya di bagian 3(Artawijaya/salam-online.com)

Mengenal Sosok Intelejen Anti-Islam 1



ALI MOERTOPO, ARSITEK PEMBERANGUS GERAKAN ISLAM MASA ORDE BARU 

SALAM-ONLINE.COM: Sosoknya dikenal sebagai tangan kanan Soeharto. Ia menggunakan siasat “Pancing dan Jaring” untuk memberangus gerakan Islam. Umat Islam disusupi dan dipancing untuk bertindak ekstrem, setelah itu dijaring untuk diberangus atau dikendalikan!
Namanya Ali Moertopo. Meski Muslim, dalam karir intelijen dan militernya ia dikenal sebagai arsitek pemberangus gerakan Islam pada masa Orde Baru.
Ia menjadikan umat Islam sebagai lawan, bukan kawan. Untuk memuluskan misinya, ia berkolaborasi dengan kelompok anti-Islam, di antaranya kelompok Serikat Jesuit, kejawen, dan para pengusaha naga yang menjadi pilar kekuatan Orde Baru.
Mereka tak hanya mengebiri kekuatan Islam secara politik, tetapi juga memarjinalkan perekonomian umat Islam.
Ali Moertopo dilahirkan di Blora, Jawa Tengah, 23 September 1924. Sebagai tangan kanan penguasa Orede Baru, Seoharto,  beberapa jabatan mentereng di dunia militer, intelijen, dan pemerintahan pernah dipegangnya, yaitu; Deputi Kepala Operasi Khusus (1969-1974), Wakil Kepala Bidang Intelijen Negara (1974-1978), Penasihat Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Golkar, dan Menteri Penerangan RI (1978-1983).
Hampir semua posisi dan karir yang didudukinya, berkaitan dengan upaya menyingkirkan peranan umat Islam dan memberangus gerakan Islam.
Pada pemilu tahun 1971, Moertopo memobilisasi kekuatan militer untuk menekan para mantan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk memilih Golkar. Sedangkan saat menjabat sebagai Kepala Operasi Khusus (Opsus), lembaga yang dikenal angker pada saat itu, Ali Moertopo banyak melakukan upaya-upaya penyusupan (desepsi, penggalangan dan pemberangusan gerakan Islam).
Siasat “Pancing dan Jaring” digunakan oleh Moertopo untuk menyusup ke kalangan Islam, melakukan pembusukan dengan berbagai upaya provokasi, kemudian memberangusnya.
Operasi intelijen tersebut pada saat ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Densus 88, sebuah detasemen yang juga dikendalikan oleh musuh-musuh Islam, dengan tujuan yang sama.
Beberapa peristiwa seperti Komando Jihad, tragedi Haur Koneng, penyerangan Polsek Cicendo, Jamaah Imran, dan Tragedi pembajakan pesawat Woyla, tak lepas dari siasat licik Moertopo.
Stigma “ekstrem kanan” yang ditujukan kepada umat Islam dan “ekstrem kiri” yang ditujukan kepada anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI), juga hasil dari kerja intelijen Moertopo.
Umat Islam dipancing, kemudian dijaring dan diberangus. Sebagian yang tak kuat iman, dikendalikan kemudian digalang untuk bekerjasama dengan penguasa.
Pada peristiwa Komando Jihad misalnya, simpatisan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII), dipropaganda dan dimobilisasi oleh Ali Moertopo untuk melakukan perlawanan terhadap ancaman Komunis dari Utara (Vietnam).
Ali Moertopo kemudian mendekati beberapa orang tokoh DI, yaitu Haji Ismail Pranoto, Haji Danu Muhammad Hassan, Adah Djaelani, dan Warman untuk menggalang kekuatan umat Islam, yang memang sangat memendam luka sejarah terhadap komunisme.
Setelah ribuan umat Islam termobilisasi di Jawa dan Sumatera, dengan siasat liciknya, Moertopo kemudian menuduh umat Islam akan melakukan tindakan subversif dengan mendirikan Dewan Revolusi Islam lewat sebuah organisasi “Komando Jihad (KOMJI)”.
Mereka kemudian digulung dan dicap sebagai “ekstrem kanan”. Istilah “Komando Jihad” muncul pada tahun 1976 sampai 1982. Selain KOMJI, rekayasa intelijen juga terlihat jelas dalam kasus Jamaah Imran, Cicendo, dan pembajakan pesawat DC-9 Woyla.
Jamaah Imran adalah kumpulan anak-anak muda yang dipimpin oleh Imran bin Muhammad Zein, pria asal Medan. Aktivitas kelompok yang didirikan pada 7 Desember 1975 ini berpusat di Bandung, Jawa Barat.

Ali Moertopo
Kelompok ini berobsesi ingin membangun sebuah komunitas Muslim yang melaksanakan syariat Islam secara murni. Untuk menjalankan misinya, menurut laporan intelijen, mereka mendirikan Dewan Revolusi Islam Indonesia (DRII).
Istilah Jamaah Imran juga diberikan oleh aparat, bukan penamaan yang dibuat kelompok anak muda tersebut. Kasus Jamaah Imran mencuat ke publik saat terjadi penyerangan Polsek Cicendo, Bandung, pada 11 Maret 1981.
Peristiwa itu bermula ketika polisi menahan anggota jamaah tersebut karena kasus kecelakaan. Kemudian mereka berusaha membebaskan anggotanya dengan melakukan penyerangan bersenjata. Peristiwa berdarah itu menjadi legitimasi aparat untuk melakukan penangkapan anggota Jamaah tersebut.
Peristiwa Cicendo berlanjut dengan aksi pembajakan pesawat terbang DC 9 Woyla GA 208 dengan rute Jakarta-Palembang pada Sabtu, 28 Maret 1981. Pembajakan tersebut dilakukan oleh lima orang anggota Jamaah Imran dengan membelokkan pesawat menuju Bandara Don Muang, Thailand.
Drama pembajakan ini berhasil ditumpas oleh Pasukan Khusus TNI di bawah pimpinan LB Moerdani dan Sintong Pandjaitan. Mengapa sekelompok anak muda itu begitu radikal dan berani melakukan perlawanan terhadap pemerintah? Setelah diusut, sikap radikal kelompok itu ternyata diciptakan oleh seorang intel ABRI yang bernama Johny alias Najamuddin yang menyusup dalam Jamaah Imran.
Johny yang sudah diterima oleh jamaah tersebut kemudian melakukan beragam provokasi dengan menebar kebencian kepada ABRI. Johny kemudian ‘membeberkan rahasia’ ABRI yang dikatakan akan melakukan de-islamisasi di Indonesia.
Untuk itu, Johny merencanakan agenda besar: melakukan perlawanan terhadap ABRI. Di tengah sikap ABRI yang memang telah membuka “front” terhadap umat Islam, para anggota Jamaah Imran kemudian terbujuk dengan gagasan Johny.
Tanpa sepengetahuan para anggota jamaah lainnya, Johny membuat dokumentasi setiap aktivitas yang dilakukan jamaah tersebut. Dengan skenario licik, Johny kemudian membuat rencana untuk melakukan operasi pencurian senjata api  di Pusat Pendidikan Perhubungan TNI AD pada 18 November 1980.
Senjata curian itulah yang kemudian dilakukan untuk menyerang Polsek Cicendo. Anehnya, Johny yang telah menghasut anggota Jamaah Imran untuk menyerang markas polisi tersebut, ternyata tak menampakkan batang hidungnya saat peristiwa terjadi. Bahkan saat polisi melakukan aksi besar-besaran untuk menangkap Jamaah Imran, Johny ‘lolos’ dari penangkapan.
Johny akhirnya tewas dieksekusi anggota Jamaah ini di suatu tempat. Saat persidangan kasus ini digelar di pengadilan, majelis hakim menolak untuk membuka identitas Johny. Selain itu, Jaksa penuntut umum juga selalu mementahkan usaha untuk mengorek identitas pria itu lebih dalam.
Jenderal Soemitro, seniornya Ali Moertopo di lingkungan militer, dalam biografinya menyebut kasus Jamaah Imran, peristiwa penyerangan terhadap Golkar di Lapangan Banteng, dan pembajakan Pesawat Woyla sebagai rekayasa Opsus (Operasi Khusus) Ali Moertopo yang  menerapkan teori “Pancing dan Jaring”.
Dalam kasus Jamaah Imran, kata Seomitro, Opsus memakai tokoh Imran yang bernama asli Amran. Selama lima tahun Imran dibiayai oleh Ali Moertopo belajar di Libya untuk mempelajari Islam dan ilmu terorisme. Imran Kemudian dimunculkan sebagai sosok yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia kembali.
Soemitro juga menceritakan, laporan intelijen menyebut tujuan operasi Woyla  untuk menggulingkan pemerintahan Soeharto dan mendiskreditkan umat Islam. Operasi ini ingin memunculkan kesan bahwa kelompok Islam cenderung radikal dan masih memiliki keinginan untuk mendirikan negara Islam seperti halnya DI/TII.
Inilah yang kata Soemitro disebut sebagai teori “Pancing dan Jaring”, dimana umat Islam dirangkul (dibina, pen) terlebih dahulu, lalu dikipasi untuk memberontak, baru kemudian ditumpas sendiri oleh Opsus.
Jenderal Soemitro menceritakan, “Kecurigaan saya terhadap kasus Woyla, mulai muncul, ketika ada laporan bahwa sebetulnya Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) Jenderal TNI M Jusuf akan membawa Awaloedin Djamin—yang notabene memiliki pasukan anti-teror untuk menyelasaikan kasus pembajakan tersebut.

Ali Moertopo (kanan)
Namun, rencana itu tiba-tiba berubah tanpa sepengetahuan Jusuf, tidak tahu siapa yang mengubahnya. Akhirnya yang berangkat bukan lagi pasukan Awaloedin Djamin, melainkan pasukan RPKAD yang dipimpin Sintong Pandjaitan.
Ini yang menjadi pertanyaan sampai sekarang, mengapa RPKAD yang berangkat, bukannya polisi. Dari situ saya bisa menganalisis bahwa ada dua komando, yakni yang langsung ke jalur Pangab, dan satunya lagi: Jalur invisible hand!” (Lihat, biografi Jenderal Soemitro yang ditulis oleh Ramadhan K.H, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994 dan buku Heru Cahyono, Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari ’74,  Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998, Cetakan Ketiga)… (Lanjut ke Bagian 2). (Artawijaya/salam-online.com)

Minggu, 25 November 2012

Ujung Sejarah Yahudi Adalah Kehinaan, Pasti Mereka Terkalahkan



Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, Dzat yang memporak-porandakan pasukan Ahzab, penolong hamba-hamba beriman dan berjihad. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Kebiadaban berulang ditunjukkan Zionis yahudi bangsa Israel. Pembunuhan masal kembali dilakukan terhadap kaum muslimin Gaza, Palestina. Ratusan lebih anak-anak menjadi korban. Disusul kaum wanita menempati urutan kedua. Selanjutnya kaum lemah dari kalangan orang tua dan sedikit dari pejuangnya.
Mereka senantiasa haus untuk menumpahkan darah orang beriman. Mereka sangat menikmati pembunuhan terhadap anak-anak kaum muslimin. Bahkan salah seornag tokoh mereka mengatakan, ia mendapati kepuasan saat melihat darah anak-anak Palestina tertumpah. (Sebagaimana disebutkan DR. Abdul Aziz al-Rantisi dalam tulisannya: Sayuhzamul Irhab al-Suhyuni)
Kebencian dan permusuhan Yahudi terhadap kaum muslimin tidak bisa ditutup-tutupi. Hanya orang buta saja yang menilai itu kejahatan yang bisa dilakukan siapa saja. Padahal Allah telah menyebutkan dalam Kitab-Nya, kekejaman mereka merupakan bagian dari karaktristik mereka yang tidak bisa lepas,
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
"Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas." (QS. Al-Maidah: 78)
Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan, laknat yang menimpa mereka dalam kurun waktu yang sangat lama disebabkan kedurhakaan mereka kepada Allah dan kezaliman mereka yang melampaui batas terhadap makhluk-Nya.
Al-Qur'an juga mencatat, dahulu, Yahudi telah membunuh para Nabi pilihan Allah. Sekarang, mereka membunuh orang-orang shalih yang mengimani para utusan Allah.
Pantaslah jika Allah mengancam mereka, "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu memberitahukan, bahwa sesungguhnya Dia akan mengirim kepada mereka (orang-orang Yahudi) sampai hari kiamat orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang seburuk-buruknya. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-A'raf: 167)
Pada masa Nabi Musa, Beliau 'Alaihis Salam memungut upeti dari mereka selama 7 tahun. Lalu kehinaan mereka berlanjut saat mereka berada di bawah kekuasaan Yunani dan raja-raja sesudahnya. Saat kekuasaan di tangan Nashrani, mereka juga dihinakan dan mendapat berbagai siksaan sebagai hukuman Allah terhadap perbuatan mereka.
Kemudian datang Islam, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam menghinakan mereka dengan memunggut pajak dan upeti dari mereka agar mendapat rasa aman. Hal ini juga sebagai hukuman atas mereka yang mengingkari Allah dan Rasul-Nya serta mendustakan ayat-ayat Allah.
Kehinaan juga akan meliputi akhir sejarah mereka saat mereka menjadi pengikut dan pasukan Dajjal terlaknat. Kemudian kaum muslimin yang ditemani Nabi Isa 'Alaihis Salam akan membunuh mereka. Dan ini pertanda sudah dekatnya kiamat.
Ringkasnya, bahwa kafir Yahudi sebenarnya umat terhina yang harus dihinakan. Dan ujung dari sejarah mereka adalah kehinaan. Karena itulah, pejuang Islam jangan gentar menghadapi keangkuhan Yahudi terlaknat. Sehebat-hebat senjata pembunuh mereka, ujung dari mereka adalah kekalahan dan kehinaan.
Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ
“Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum muslimin memerangi bangsa Yahudi, hingga kaum muslimin membunuhi Yahudi. Sampai-sampai orang Yahudi berlindung di balik batu dan pohon, lalu batu dan pohon tadi akan berbicara; 'Wahai orang Islam, hai hamba Allah! di belakangku ada orang-orang Yahudi, kemarilah, bunuhlah dia,' kecuali pohon Gharqad, sebab ia itu sungguh pohonnya Yahudi.” (HR. Ahmad)
. . . kafir Yahudi sebenarnya umat terhina yang harus dihinakan. Dan ujung dari sejarah mereka adalah kehinaan. Karena itulah, pejuang Islam jangan gentar menghadapi keangkuhan Yahudi terlaknat. . .
Kehancuran Yahudi
Al-Qur’an telah mengabarkan kehancuran Yahudi, seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآَخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا
"Dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan Israel) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang Islam di bawah pimpinan Imam Mahdi) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam Masjid (Al-Aqsha), sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama, dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa yang mereka kuasai”.  (QS.  Al-Isra’: 7)
Sejak 1948 Yahudi merampas tanah Palestina. Dan sejak 2006 sampai sekarang mereka memblokade Gaza. Sehingga sekitar 1,5 juta jiwa muslim terkurung rapat dari dunia luar.
Berbagai upaya kemanusiaan untuk membantu mereka selalu digagalkan oleh Israel, termasuk misi kemanusiaan yang baru saja diserang pasukan komando Israel di perairan Gaza (Laut Mediterania). Tidak ada kekuatan di dunia ini yang mampu menghentikan kebiadaban Israel.
Pengepungan dan pemenjaraan massal oleh penjajah Israel dengan pembangunan tembok pemisah dimulai 16 Juni 2002 di Tepi Barat dengan dalih pengamanan. Panjang tembok tersebut mencapai 721 km sepanjang Tepi Barat, tinggi 8 meter sehingga mengisolasi lahan pertanian milik penduduk Palestina yang ditanami berbagai buah, seperti anggur dan zaitun.
Hal ini berakibat perekonomian Palestina terpuruk. Pengepungan ini sudah dinubuwatkan oleh RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam:
"Hampir tiba masanya tidak dibolehkan masuk (embargo) kepada penduduk Iraq meski hanya satu qafiz  makanan dan satu dirham," Kami bertanya dari mana larangan itu? Beliau menjawab: "Dari orang-orang asing yang melarangnya."
Kemudian berkata lagi: "Hampir tiba masanya tidak diperbolehkan masuk (blokade) kepada penduduk Syam (Palestina) meski hanya satu dinar dan satu mud makanan."Kami bertanya: "Dari mana larangan itu? Beliau menjawab: Dari orang-orang Romawi." (HR. Muslim)
. . . Siapa kekuatan yang mampu menghancurkan Israel?  Pasukan Islam dari Khurasan (Afghanistan) dengan bendera-bendera hitam, . . (al-Hadits) . . .
Siapa kekuatan yang mampu menghancurkan Israel? Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan: “Akan muncul dari Khurasan (Afghanistan) bendera-bendera hitam, maka tidak ada seorang pun yang mampu mencegahnya, sehingga bendera-bendera itu ditancapkan di Eliya (al-Quds)“. (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Nu’aim bin Hammad).
Kehancuran Israel berarti kiamat telah dekat, sehingga banyak orang mempertahankan eksistensi Negara Israel tersebut, namun janji Allah dan Rasul-Nya pasti akan terlaksana:
Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum muslimin memerangi bangsa Yahudi, sampai-sampai orang Yahudi berlindung di balik batu dan pohon, lalu batu dan pohon tadi akan berbicara; Wahai orang Islam, hai hamba Allah! di belakangku ada orang-orang Yahudi, kemarilah, bunuhlah dia, kecuali pohon Ghorqod, sebab ia itu sungguh pohonnya Yahudi”. (HR. Ahmad)
Kalian akan memerangi orang-orang Yahudi sehingga seorang diantara mereka bersembunyi di balik batu. Maka batu itu berkata, “Wahai hamba Allah, inilah si Yahudi di belakangku, maka bunuhlah ia”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (2767), dan Muslim dalam Shahih-nya (2922)].
Al-Hafizh Ibnu Hajar  berkata, “Dalam hadits ini terdapat tanda-tanda dekatnya hari kiamat, berupa berbicaranya benda-benda mati, pohon, dan batu. Lahiriahnya hadits ini (menunjukkan) bahwa benda-benda itu berbicara secara hakikat”.[Fathul Bari (6/610)]. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]

Sabtu, 24 November 2012

Majalah Tempo, Media yang Gigih Memojokkan Penegakan Syariat Islam



JAKARTA (VoA-Islam) – Untuk menyegarkan kembali ingata, artikel Tempo tentang 'Surat Terakhir Dari Putri" menyakitkan umat Islam Indonesia, khususnya masyarakat Aceh.
Dengan simplifikasi yang buru-buru dan tanpa penelitian yang mendalam, Tempo langsung mengambil kesimpulan :"Terlepas dari penyebab kematiannya, banyak pihak berharap agar Putri menjadi korban terakhir dari penerapan qanun yang dibuat dan diterapkan tanpa memperhatikan perlindungan atas hak-hak anak."
Tulisan yang dibuat Jajang Jamaludin dan Imran MA ini juga menyimpulkan: "Kematian Putri menjadi kian tak biasa karena berkaitan dengan penerapan hukum syariah di Bumi Serambi Mekah..
Misi Tempo yang anti syariat Islam ini makin jelas, dengan ditampilkannya artikel kedua tentang kasus di Aceh itu dengan artikelnya : "Diskriminasi Sana Sini"
Dalam alinea pertama, Tempo menulis: "Kematian Putri Erlina tak hanya mengundang belasungkawa dari masyarakat biasa. Lebih dari itu, kematian remaja 16 tahun ini juga memantik kembali perlawanan kalangan aktivis perlindungan anak dan perempuan terhadap peraturan yang mereka anggap diskriminatif. "Putri menjadi korban kebijakan diskriminatif atas nama moralitas dan agama," kata Komisioner Komisi Nasional Perempuan Andy Yentriyani dalam siaran persnya, Jumat pekan lalu.
Artikel itu kemudian ditutup dengan : "Karena itulah Andy mendesak agar aturan aturan yang diskriminatif dan sangat merugikan tersebut segera direvisi. Sesuatu yang juga sejak dulu diteriakkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia."
Dan kebijakan Tempo yang sinis terhadap syariat Islam itu makin terlihat jelas dengan Catatan Pinggir yang dibuat 'god father-nya' Goenawan Mohamad. "Mengenang Putri, 16 tahun, yang bunuh diri setelah dituduh sebagai pelacur oleh polisi syariah di Langsa, Aceh," kata Goenawan mengawali catatannya.
Kebijakan Tempo anti Perda Syariah dan Undang-Undang yang Islami ini sebenarnya sudah lama dan nampak terang benderang pada Tempo edisi 4 September 2011, dengan menampilkan judul liputan khusus: Perda Syariah Untuk Apa. Kebijakan redaksinya nampak dalam kolom opininya yang menyatakan :
"Indonesia tampaknya bukan tempat yang tepat untuk menegakkan hukum yang berlatar belakang syariah. Lihat saja penerapan aturan-aturan baru bernuansa keagamaan itu . Ketentuan itu diterapkan secara diskriminatif: begitu tegas terhadap masyarakat kelas bawah, tapi tidak bergigi manakala harus berhadapan dengan pelanggar aturan dari kalangan elite atau masyarakat kelas atas. Inilah antara lain kritik terhadap penerapan syariah Islam yang telah berjalan lebih dari sepuluh tahun di Bumi Serambi Mekah, Aceh. Hampir semua hukuman hanya mengena pada masyarakat kelas bawah."
Tempo menutup kebijakan redaksinya itu dengan: "Lahirnya aturan-aturan syariah ini barangkali lebih efektif ketimbang dakwah puluhan tahun para kiai di kampung-kampung. Sebab aturan-aturan itu menggunakan tangan-tangan perkasa pemerintah (daerah) untuk memaksa para perempuan setempat mengenakan kerudung dan pakaian yang Islami, atau memaksa pasangan yang hendak menikah belajar membaca Al Quran lebih serius. Namun kemungkinan besar aturan-aturan itu tidak sanggup menjawab persoalan substansial yang sedang dihadapi bangsa ini, seperti kemiskinan, kerusakan lingkungan dan korupsi."
Majalah Tempo yang dikenal dengan majalah investigasi ternama, ternyata dalam kasus bunuh diri Putri di Langsa Aceh ini melakukan simplifikasi yang buru-buru dan dipaksakan. Tempo tidak berusaha mengadakan penyelidikan yang mendalam tentang kasus ini dan mengambil kesimpulan bahwa kasus bunuh diri itu karena berkaitan dengan penerapan hukum syariah di Bumi Serambi Mekah.
Tempo Bukan Media Rujukan
Dosen STID Moh Natsir, Nuim Hidayat ketika dimintai tanggapannya soal pemberitaan Majalah Tempo edisi 17-23 September 2012 tentang kasus kematian Putri Erlina yang berujung terhadap upaya melemahkan penegakan syariat Islam di Aceh dan sejumlah daerah di Tanah Air, mengatakan majalah itu telah menyakiti umat Islam. Menurutnya Tempo telah gegabah dengan menurunkan berita yang berjudul “Diskriminasi Sana-Sini”.
Sebelumnya Dinas Syariat Islam Kota Langsa juga menyatakan keberatannya atas pemberitaan majalah yang digawangi tokoh JIL yang bernama Goenawan Muhammad itu.
Dalam temu persnya, Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa Aceh, Ibrahim Latief mengatakan, kematian Putri Erlina tidak ada sangkut pautnya dengan penerapan syariat Islam di Aceh.
Nuim Hidayat menilai, jurnalis Tempo yang menulis berita itu,  tidak mengadakan penelitian mendalam kepada pihak-pihak yang terkait dengan kematian Putri Erlina, apakah itu keluarga, teman dan sahabat, guru-guru, dan dinas syariat Islam kota Langsa itu sendiri.
“Dinas syariat Islam di kota Langsa tak pernah mengatakan bahwa korban adalah pelacur. Kalau ada media massa lokal di Aceh yang mengatakan bahwa kematian Putri Erlina terkait dengan penerapan syariat Islam di sana, itu bukanlah tanggung jawab lembaga tersebut atas efek negatif dari pemberitaannya.”
Kesimpulan majalah Tempo yang mengatakan kematian Putri Erlina terkait dengan penerapan syariah Islam, patut dianalisis lebih lanjut, karena belum pernah ada sebelumnya orang-orang yang terkena razia syariah bunuh diri, padahal dinas syariah kota Langsa sudah menahan banyak sekali pelaku pelanggar syariah di sana.
Kemudian faktor penyebab Putri Erlina bunuh diri juga patut diteliti, apakah alasannya membunuh dirinya sendiri?
Bagaimana kondisi kejiwaan sang korban, bagaimana hubungan korban dengan keluarganya, apakah korban terkena kasus lain yang menyebabkan dia bunuh diri, menyusul ditahannya korban akibat pelanggaran syariah oleh dinas penegak syariah di sana?
Lalu penjelasan di surat wasiatnya yang mengatakan korban tidak menjual dirinya, apakah penyebabnya karena tudingan pelacur dari media massa atau dari dinas syariah itu sendiri?
Nuim yang merupakan adik Adian Husaini ini menggarisbawahi, sebagai media massa Tempo harus selalu menyajikan berita yang adil dan berimbang, to cover both side, mengingat efek pemberitaannya kepada masyarakat luas, khususnya bagi kalangan yang tidak mengerti tentang syariah Islam.
Menurut Nuim, diterapkannya syariah Islam justru membawa kemajuan bagi masyarakat Aceh. Syariah Islam yang sudah diterapkan di Aceh sejak zaman Samudera Pasai dahulu, terbukti ampuh mengatasi kriminalitas, kerusakan akhlak dan moral masyarakat, dan melawan penjajahan Belanda serta akibat buruk di baliknya (program pemurtadan besar-besaran di sana).
Nuim menyadari masih adanya kelemahan dalam upaya penegakan syariah di sana, tapi setidaknya Aceh lebih kondusif dan aman sekarang di bawah hukum Syariah ketimbang daerah-daerah lainnya yang tidak menggunakan hukum Syariah.
Nuim pun menantang Tempo untuk mengadakan survei secara nasional dengan obyektif. Membandingkan faktor kriminalitas dan amoralitas; korupsi, pemerkosaan, pencurian, perampokan, tawuran remaja, seks bebas, penggunaan narkoba dan miras, penyebaran pornografi dan pornoaksi, aktivitas pelecehan agama, dan sebagainya, antara daerah yang tidak menggunakan syariah Islam dengan Aceh, yang menggunakan syariah Islam.
Jika sedikit-sedikit Tempo mengaitkan keburukan-keburukan yang menimpa Aceh dan masyarakatnya terkait penegakan syariah, Tempo harus berani menarik kesimpulan bahwa di daerah-daerah non penegakan syariah pun, tingginya kasus-kasus kriminalitas dan amoralitas di sana, adalah akibat diterapkannya hukum sekuler.
Nuim dan dinas syariah kota Langsa akan selalu berkomitmen untuk melawan penyebaran ide-ide Islamofobia yang diusung media massa nasional (dan internasional), apapun medianya.
Terakhir Nuim menyerukan dan mendorong agar penegakan syariah Islam ditingkatkan kualitasnya, mulai dari kualitas guru agama, para penegak syariah dan dinas yang terkait, hingga pengambil kebijakannya, sehingga penegakan syariah bisa dirasakan manfaatnya oleh segenap warga Aceh.Desastian/dbs

KPAI Sudah Temukan Kejanggalan Kematian Putri, Kaum Liberal Meradang



ACEH (VoA-Islam) – Sejumlah media lokal di Aceh memberitakan, Putri Erlina (16), gadis asal Desa Aramiah, Kecamatan Birem Bayeun, Aceh Timur, ditemukan tewas tergantung di dalam kamar tidur rumahnya pada Kamis malam (6/9/2012), sebulan lalu. Putri pertama kali ditemukan oleh adiknya, Aris (11).
Seorang rekan korban yang datang meminjam setrika, mengaku sempat memergoki Putri sesunggukan di dalam kamar, di depan meja rias sederhananya. Adegan itu terjadi beberapa saat sebelum Putri ditemukan tewas.
Kapolsek Birem Bayeun Iptu Zulkarnaen, kepada koran lokal, Prohaba, Jumat (7/9) mengatakan, korban meninggal dunia diperkirakan pukul 22.00 WIB. Saat ditemukan Putri telah tergantung dengan seutas tali plastik di dalam kamar tidur rumahnya.
Kapolsek menambahkan, berdasarkan hasil keterangan visum dokter RSUD setempat, Putri murni bunuh diri karena tidak ditemukan bekas luka lainnya di tubuh korban, selain bekas jeratan tali di lehernya.
Belakangan, dugaan bahwa Putri mati bunuh diri diragukan sejumlah kalangan. Putri diduga bukan mati bunuh diri, melainkan dibunuh. Adalah anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arnisah Vonna, yang menguak sejumlah kejanggalan kematian Putri.
"Soalnya, kepada saya sudah diperlihatkan foto wajah Putri begitu diturunkan dari tali gantungan. Wajahnya penuh riasan dan dia meninggal seperti layaknya orang tidur. Tapi anehnya foto itu sampai sekarang tidak diberikan kepada KPAI, meski sudah saya minta, dan petugas Polsek Birem Bayeun bernama Bakhtiar Alam berjanji akan memberikan copy-nya kepada saya. Tapi kapan akan diberikan?" tanya Arnisah, seperti dikutip Serambi Indonesia.
Banyak ditemukan kejanggalan atas kematian Putri yang secara kasatmata justru tidak mencerminkan ciri-ciri umum forensik pada kasus orang yang mati gantung diri. Misalnya, lidahnya tidak terjulur, matanya tidak terbelalak, kakinya malah menekuk, dan tidak ditemukan tinja di duburnya.
"Pada saat meninggal, riasan wajah Putri sempurna. Tak mungkin orang yang hendak bunuh diri merias wajah seserius itu. 90 persen saya duga anak ini dibunuh," ujar Arnisah.
Menurut investigasi Serambi Indonesia, ternyata tidak ada satu benda pun (kursi, bangku plastik, atau kaleng) di bawah kaki Putri saat tubuhnya ditemukan tergantung di tali rafia kecil.
Lazimnya, untuk menggantung diri pelaku biasanya berpijak di benda tertentu, sedangkan lehernya dimasukkan ke tali jerat. Lalu benda itu dia sepak/jatuhkan, sehingga lehernya otomatis terjerat dan tubuhnya tergantung. Tapi fakta ini tak ditemukan dalam kasus kematian Putri.
Ayahnya bahkan memastikan saat ditemukan tergantung, kedua lutut Putri dalam keadaan menekuk. Selain itu, sakingkecilnya tali rafia yang menjerat lehernya, cukup disulut dengan api rokok saja, langsung putus, lalu tubuh Putri diturunkan ke ranjang.
KPAI Temukan Kejanggalan
Dokumen lain yang didapat KPAI juga menunjukkan kejanggalan. Bahwa tulisan tangan dalam surat Putri, berbeda dengan tulisannya yang didapat di buku-buku pelajarannya saat masih sekolah. "Ini pun akan kita minta Labfor Polri memeriksanya," kata Arnisah.
Tragedi yang menimpa Putri ini berawal pada Senin dini hari (3/9/2012) sekitar pukul 03.00 WIB di Lapangan Merdeka, Kota Langsa, NAD. Atas laporan masyarakat, polisi syariah menggerebek sejumlah pemuda dan pemudi di sana karena melakukan aktivitas khalwat (bersepi-sepian dengan lelaki bukan mahramnya di tempat sunyi). Di Aceh, berkhalwatberarti melanggar Qanun No. 14 Tahun 2003.  
Sebagian pemuda dan pemudi lari dan berhasil lolos dari kejaran aparat, sementara Putri dan seorang kawannya, IB, berhasil terjaring razia. Mereka kemudian dibawa ke kantor Dinas Syariat Islam Kota Langsa. Ibrahim Latif, Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa, sampai di kantor tepat pukul 03.30 WIB.
Kedua remaja itu kemudian diperiksa dan diberi bimbingan. Kepada Suara Islam, Ibrahim menjelaskan bahwa kedua remaja itu berasal dari keluarga broken home. IB, kata Ibrahim, mengaku dirinya sering keluar malam. Bahkan ia menyebut besaran tarifnya untuk sekali pakai. Kepala Desa tempat IB tinggal saat dipanggil ke kantor Dinas SI, juga mengakui bahwa, "anak ini sudah rusak."
Sementara Putri, kata Ibrahim, mengaku sebagai "pemain baru". Dini hari itu ia mengaku habis nonton organ tunggal (keyboard) di Langsa. Tetapi ia juga mengakui bahwa dirinya juga pernah melakukan kemaksiatan dengan pacarnya di tempat berbeda.
Atas pengakuan Putri, Ibrahim lantas memanggil makcik dan pakcik-nya yang tinggal di Langsa. "Kebetulan ada polisi WH yang tahu rumah tante Putri itu," kata Ibrahim. Sedangkan IB, Kepala Desanya yang datang.
Ibrahim lantas meminta kepada Putri untuk menjelaskan kepada adik ibunya itu kenapa ia ditangkap. Lalu berceritalah Putri, hingga makcik-nya hendak menamparnya. Tetapi dicegah oleh Ibrahim. Alasannya, karena masih di kantor Dinas SI. "Kalau di rumahnya, ya silahkan saja," katanya.

Dalam pertemuan itu Ibrahim mengaku tidak pernah menyebut kedunya dengan sebutan "lonthe" atau pelacur sebagaimana dituduhkan kalangan liberal. "Saya tidak mengerti, kita tidak pernah menyebut itu," ungkapnya.
Akhirnya, tepat pukul 10.30 WIB semua proses pemeriksaan selesai. Mereka telah menandatangani pernyataan untuk tidak lagi mengulangi perbuatannya lagi. Putri dibawa pulang oleh makcik-nya, sementara IB oleh kepala desanya. "Karena kedua remaja itu beda kampung," ungkap Ibrahim.
Ibrahim juga menjelaskan, saat kedua remaja itu berada di kantornya, ada wartawan sebuah media lokal yang melakukan wawancara dengan keduanya. Bahkan Putri, kata Ibrahim, sempat mendekat kepada sang wartawan agar tidak menulis kasus yang menimpanya.
Selesailah proses pemeriksaan dan bimbingan hari itu. Tetapi tiga hari kemudian merebak berita Putri gantung diri di rumahnya, di Aceh Timur, yang berjarak 5-6 km dari Kota Langsa. Padahal selama pemeriksaan di Kadis SI Langsa, Putri dalam kondisi baik, sehat dan tidak ada tekanan sama sekali.
Sebelum mati, Putri sempat menulis surat dalam secarik kertas. Dalam suratnya, Putri bersumpah tak pernah menjual dirinya.  "Ayah…, maafin Putri ya yah, Putri udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi Putri berani sumpah kalau Putri gak pernah jual diri sama orang. Malam itu Putri Cuma mau nonton kibot (keyboard-red) di Langsa, terus Putri duduk di lapangan begadang sama kawan-kawan Putri."
Pada alinea berikutnya, dia melanjutkan, "Sekarang Putri gak tau harus gimana lagi, biarlah Putri pigi cari hidup sendiri, Putri gak da gunanya lagi sekarang. Ayah jangan cariin Putri ya..!!, nanti Putri juga pulang jumpai ayah sama Aris. Biarlah Putri belajar hidup mandiri, Putri harap ayah gak akan benci sama Putri, Ayah sayang kan sama putri..???, Putri sedih kali gak bisa jumpa Ayah, maafin Putri ayah… Kakak sayang sama Aris, maafin kakak ya.. (Putri sayang Ayah)."
Dari sinilah kemudian kalangan liberal berang dan menuding Dinas Syariat Islam Langsa yang mengawal pemberlakuan Qanun Syariah dianggap sebagai biang kematian Putri. Hingga kemudian Tempo, mengawali laporan tentang Putri dengan kalimat lead, "Seorang remaja perempuan ditemukan mati tergantung setelah ditangkap polisi syariah di Langsa, Aceh. Sempat membela diri lewat surat." Desastian/dbs
www.voa-islam.com

Kasus Kematian Putri : Upaya Pelemahan Penegakan Syariat Islam di Aceh



Description: http://www.voa-islam.com/images/print-icon.jpg

JAKARTA (VoA-Islam) - Ketua Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional Komnas Perempuan Husein Muhammad dalam diskusi bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang di Sekretariat Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan, di Padang, Kamis (22/11/2012) menyebut perempuan Aceh -- bernama Putri Erlina -- bunuh diri akibat perda diskriminatif. Perempuan muda itu bunuh diri dikarenakan mengalami tekanan psikologis dan tak kuat menahan malu, dikarenakan dicap pelacur, setelah ditangkap Polisi Syariat Islam Aceh yang mendapatinya keluar pada malam hari.
Yang pasti, kematian Putri Erlina dijadikan momentum oleh kalangan Liberal untuk menghantam pelaksanaan syariat Islam di bumi Nanggroe Aceh Darussalam. Mbahnya Jaringan Islam Liberal (JIL) Goenawan Mohammad menulis dalam catatan pinggirnya di majalah Tempo edisi 12-23 September 2012 lalu berjudul "Leda".
Goenawan ingin menunjukkan bahwa Putri telah ditimpa ketidakadilan sebagaimana sosok Leda yang diperkosa Dewa Zeus yang menyamar sebagai angsa misterius."Mengenang Putri, 16 tahun, yang bunuh diri setelah dituduh sebagai pelacur oleh polisi syariah di Langsa, Aceh." Itulah kalimat pertama dari seorang dedengkot Liberal.  
Demi memojokkan syariat Islam, Tempo menghabiskan lima halaman untuk membahas soal Putri. Empat halaman di rubrik hukum dan satu halaman catatan pinggir si Gun. Secarik surat Putri yang konon ditulis sebelum ia mati dimuat satu halaman penuh.
Tempo memanfaatkan sejumlah narasumber Liberal dan dikenal anti syariat dari Kontras, Komnas Anak dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Bahkan ketiga lembaga ini secara khusus pada Kamis (13/9/2012) lalu menggelar jumpa pers di Jakarta menyikapi kematian Putri.
Anggota Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menuding bahwa kematian Putri adalah akibat kebijakan diskriminatif atas nama moralitas dan agama. Andy menyebut kasus ini bukanlah kali pertama, sebelumnya di Kota Tangerang kasus serupa juga menimpa seorang ibu bernama Lilis Lisdawati.
"Meski Aceh merupakan daerah istimewa dengan otoritasnya hukum syariat Islam yang berlaku di sana, tidak semata-mata mengabaikan hukum nasional yang ada. Ini perlu direvisi oleh gubernur dan pemerintahan yang baru di sana, dengan lebih memperhatikan penegakan HAM, khususnya bagi anak dan perempuan," desaknya.
Kontras menilai, Putri bunuh diri karena dua hal. Pertama, penerapan hukum syariat Islam di Aceh dan kedua, pemberitaan media terhadap anak di bawah umur yang berhadapan dengan hukum. "Qanun yang dipakai polisi syariah Aceh bertindak secara berlebihan terhadap Putri. Putri, gadis di bawah umur yang berada di luar rumah hingga larut malam langsung ditangkap dan diceramahi didepan umum, dan dituduh pelacur," ujar Kepala Biro Pemantauan Kontras, Feri Kusuma.
"Kedua, esok harinya keluar berita berjudul 'Dua Pelacur ABG Dibeureukah WH'. Dibeureukah bahasa Aceh yang artinya tidak sekedar ditangkap tetapi merupakan bahasa kasar di Aceh yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah salah. Padahal, Putri tidak terbukti bersalah, yang dapat dibuktikan dengan sumpah yang dituliskan dalam surat yang ditinggalkan Putri sebelum bunuh diri. Juga vonis pelacur yang dilabelkan ke Putri," papar Feri.
LSM lokal di Aceh juga menuding Wilayatul Hisbah (polisi syariat, red) tidak profesional dalam bekerja. "Kita berharap tidak ada Putri lainnya di Aceh. Seharusnya WH punya mekanisme, ada tahapan dan proses pembuktian saat memvonis, saya tidak setuju dengan cara kerja WH selama ini," kata Ketua LSM Flower Aceh Desy Setyawati, seperti dikutip situs berita The Atjeh Pos.
Sementara Koordinator LSM Beujroh, Raihana Diani, meminta agar WH segera dievaluasi. Sebab menurut Raihana pelaksanaan syariat Islam di Aceh harusnya bermuara pada perubahan masyarakat menjadi lebih baik. "Kenapa ini bisa berujung bunuh diri ya? Wajib dievaluasi lembaga Satpol PP dan WH," katanya.
Supaya tak menimbulkan persoalan berlarut-larut dan fitnah berkepanjangan, Ketua KPAID Aceh, Tgk Anwar Yusuf Ajad mendesak agar misteri kematian Putri segera diungkap.
"Misteri kematian PE harus terjawab tuntas, dan kami berharap tidak ada lagi pihak yang sengaja menghembuskan isu agar terjadi benturan antara penegakan syariat Islam dengan isu perlindungan anak," kata Tgk Anwar Yusuf Ajad, seperti dikutip Serambi Indonesia.

Anwar Yusuf membahkan, pihaknya juga berharap agar semua pihak tidak menambah polemik yang berkepenjangan terhadap kasus ini. "Janganlah karena kepentingan kelompok, lalu menyudutkan salah satu pihak. Kita harus melihat secara objektif, sehingga penyelesaian masalah ini tidak bergeser ke upaya pelemahan peran Syariat Islam di Aceh," kata Anwar.
"Sangat tidak relevan ketika ada pihak yang menghubung-hubungkan kematian Putri Erlina karena ditangkap WH. Sudah banyak orang yang ditangkap WH dan bahkan dicambuk di depan khalayak ramai, tapi tidak ada yang sampai bunuh diri. Jadi kasus ini harus diusut tuntas, agar tidak timbul fitnah," tandas Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Tgk Faisal Ali.
Pelemahan Syariat Islam
Dorongan agar kematian Putri diselidiki muncul dari LSM  Gerakan Masyarakat Transparansi (GeMPAR).  Menurut Ketua LSM GeMPAR Aceh, Auzir Fahlevi, kejanggalan-kejanggalan dalam kematian Putri bisa menjadi celah hukum bagi polisi untuk melakukan upaya penyelidikan.
GeMPAR menyayangkan di saat pihak keluarga memberikan izin agar jenazah Putri diautopsi, ternyata polisi tidak secepatnya melakukan autopsi. "Yang lebih aneh lagi, tiba-tiba saja terjadi perubahan sikap keluarga yang tidak mengizinkan lagi dilakukan autopsi, padahal sebelumnya sangat berharap dilakukan autopsi karena berbagai temuan kejanggalan," tandasnya.
Ketua MUI Pusat KH A Cholil Ridwan turut menolak upaya-upaya musuh Islam yang dilakukan untuk mendiskreditkan penerapan syariat Islam di bumi NAD. "Syariat Islam secara konstitusi sah berlaku di Aceh. Segala upaya merongrong penerapannya pasti akan berhadapan dengan umat Islam,"
Mantan anggota Komnas HAM Syafruddin Ngulma Simeulue mengungkapkan bahwa upaya pelaksanaan syariat Islam memang sering disorot dan diputarbalikkan oleh orang-orang yang memusuhinya. "Banyak fitnah yang dibuat seolah-olah syariat Islam melanggar HAM, membuat malapetaka. Ini memang senandungnya orang kafir," katanya.
Kasus matinya Putri, kata Syafruddin, oleh kalangan liberal memang disikapi secara berlebihan dan digunakan untuk menghantam syariat Islam. "Itu mengada-ada. Banyak orang mati yang aneh-aneh tapi tak dipersoakan. Mestinya itu diselidiki saja. Ada aturan hukum nasional, diinvestigasi saja. Tak ada syariat Islam membawa petaka," tandasnya.
Majelis Pemusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menyerukan Dinas Syariat Islam tak gentar menghadapi berbagai upaya yang mengarah pada pelemahan penegakan syariat Islam di Aceh. "Ulama berada di belakang Dinas Syariat Islam, tak terkecuali ketika menghadapi upaya hukum oleh pihak-pihak tertentu, seperti yang kini ditujukan kepada Drs H Ibrahim Latif MM (Kadis Syariat Islam Kota Langsa). Setiap usaha pelemahan syariat Islam harus dilawan bersama-sama,"Desastian/dbs
www.voa-islam.com