Fatwa Syaikh Muhammad Ibrahim Alu Syaikh tentang
Penguasa Yang Berhukum dengan Selain Syari’ah Allah
Penerjemah: Ustadz Fuad Al Hazimi
Berikut adalah Fatwa Al 'Allamah Muhammad Bin Ibrahim Alu Syaikh
(Mufti Saudi sebelum Syaikh Bin Baz). Beliau membagi beberapa kelompok
orang-orang yang berhukum dengan hukum selain syari’ah Allah, semuanya kafir
murtad.
Pertama.
أن يجحد الحاكمُ بغير ما أنزل الله تعالى أحقيَّةَ
حُكمِ الله تعالى وحكم رسوله
Barangsiapa yang berhukum dengan hukum selain syari’ah Allah dan
ia juhud (menentang) akan kewajiban menerapkan syari’ah itu maka ia telah kafir
murtad.
Kedua.
أن لا يجحد الحاكم بغير ما أنزل الله تعالى كونَ
حكم الله ورسوله حقاً، لكن اعتقد أن حكمَ غير الرسول أحسنُ من حكمه وأتم وأشمل
Barangsiapa yang berhukum dengan hukum selain syari’ah Allah dan
ia tidak juhud (tidak menentang) akan kewajiban menerapkan syari’ah itu, tetapi
ia berkeyakinan bahwa hukum buatan manusia lebih baik, lebih tepat, relevan dan
lebih sempurna dibanding syari’ah allah, maka ia kafir murtad.
Ketiga.
أن لا يعتقد كونَه أحسنَ من حكم الله تعالى ورسوله
لكن اعتقد أنه مثله
Jika ia tidak berkeyakinan bahwa hukum selain Syari’ah Allah lebih
baik tetapi menyatakan bahwa hukum buatan manusia sama baiknya dengan
syari’ah allah, maka ia kafir murtad.
Keempat.
أن لا يعتقد كونَ حُكمِ الحاكم بغير ما أنزل الله
تعالى مماثلاً لحكم الله تعالى ورسوله لكن اعتقد جواز الحُكم بما يُخالف حُكمَ
الله تعالى ورسوله
Ia tidak berkeyakinan bahwa hukum selain Syari’ah Allah sama atau
lebih baik dibanding hukum buatan manusia,tetapi ia berkeyakinan bahwa
dibolehkan menerapkan undang-undang selain syari’ah allah, maka ia kafir
murtad.
Kelima.
وهو أعظمها وأشملها وأظهرها معاندة للشرع، ومكابرة
لأحكامه، ومشاقة لله تعالى ولرسوله ومضاهاة بالمحاكم الشرعية، إعداداً
وإمداداً وإرصاداً وتأصيلاً وتفريعاً وتشكيلاً وتنويعاً وحكماً وإلزاماً… فهذه
المحاكم في كثير من أمصار الإسلام مهيّأة مكملة، مفتوحةُ الأبواب، والناسُ إليها
أسرابٌ إثر أسراب، يحكم حكّامها بينهم بما يخالف حُكم السنة والكتاب، من أحكام ذلك
القانون، وتلزمهم به وتقرّهم عليه، وتُحتِّمُهُ عليهم، فأيُّ كُفرٍ فوق هذا الكفر،
وأي مناقضة للشهادة بأن محمداً رسولُ الله بعد هذه المناقضة…. فيجب على العقلاء أن
يربأوا بنفوسهم عنه لما فيه من الاستعباد لهم، والتحكم فيهم بالأهواء والأغراض،
والأغلاط، والأخطاء، فضلاً عن كونه كفراً بنص قوله تعالى: ومن لم يحكم بما أنزل
الله فأولئك هم الكافرون
Ini adalah yang paling jelas-jelas kekafirannya, paling nyata
penentangannya terhadap Syari’ah Allah, paling besar kesombongannya terhadap
hukum Allah dan paling keras penentangan dan penolakannya terhadap
lembaga-lembaga (mahkamah) hukum Syari’ah.
Semua itu dilakukan dengan terecana, sistematis didukung
dana yang besar, diterapkan dengan pengawasan penuh, dengan penanaman dan
indoktrinasi kepada rakyatnya, yang pada akhirnya akan membuat umat Islam
terpecah belah dan terkotak-kotak, lalu menanamkan keragu-raguan dalam diri
terhadap Syari’ah Allah dan mereka juga mewajibkan umat Islam untuk mematuhi
hukum buatan mereka itu serta menerapkan sanksi hukum bagi yang melanggarnya.
Berbagai bentuk lembaga hukum dan perundang-undangan ini dalam
kurun waktu yang amat panjang telah dipersiapkan melalui perencanaan yang
matang dan dengan pintu terbuka siap menangani berbagai masalah hukum umat
Islam.
Umat Islam pun berbondong-bondong mendatangi lembaga-lembaga ini,
sedangkan para penegak hukumnya menetapkan hukum terhadap permasalahan mereka
itu dengan keputusan-keputusan yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah
Rasul Shollallohu ‘alaihi wasallam dengan merujuk kepada hukum-hukum yang
berasal dari aturan dan undang-undang yang mereka buat itu seraya mewajibkan
rakyatnya untuk melaksanakan hukum-hukum itu, mematuhi keputusan mereka itu dan
tidak memberi celah sedikit pun untuk memilih hukum selain undang-undang mereka
itu.
Kekafiran mana lagi yang lebih besar
dibandingkan kekufuran ini, penentangan terhadap persaksian “wa asyhadu anna
muhammadan rasuulullah” mana lagi yang lebih besar yang dibandingkan
penentangan ini ?
Sehingga bagi mereka yang menggunakan akalnya semestinya mereka
menolak aturan hukum itu dengan penuh kesadaran dan ketundukan hati
mengingat di dalam Undang-undang itu terdapat penghambaan kepada para
penguasa pembuat undang-undang itu, serta hanya memperturutkan hawa nafsu, kepentingan
duniawi dan kerancuan-kerancuan berpikir dan bertindak. Penolakan ini harus
mereka lakukan atau mereka jatuh pada kekufuransebagaimana disebutkan dalam
firman Allah (artinya)
Barangsiapa yang tidak menetapkan hukum menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (QS Al Maidah
44)
Keenam.
ما يحكم به كثيرٌ من رؤساء العشائر والقبائل من
البوادي ونحوهم، من حكايات آبائهم وأجدادهم وعاداتهم التي يسمونها “سلومهم”
يتوارثون ذلك منهم، ويحكمون به ويحضون على التحاكم إليه عند النزاع، بقاءً على
أحكام الجاهلية، وإعراضاً ورغبةً عن حكم الله تعالى ورسوله فلا حول ولا قوة إلاّ
بالله تعالى
Aturan hukum yang biasa diterapkan oleh sebagian besar kepala
suku dan kabilah pada masyakat dan suku-suku pedalaman atau yang semisal
dengan itu. Yang berupa hukum peninggalan nenek moyang mereka dan adat istiadat
yang diterapkan secara turun temurun, yang dalam istilah Arab biasa disebut:
“Tanyakan kepada nenek moyang”.
Mereka mewariskan hukum adat ini kepada anak cucu mereka sekaligus
mewajibkan mereka untuk mematuhi hukum adat itu serta menjadikannya sebagai
rjukan dan pedoman saat terjadi perselisihan di antara mereka. Ini semua mereka
lakukan sebagai upaya melestarikan adat istiadan dan aturan aturan jahiliyyah
dengan disertai ketidaksukaan dan keengganan untuk menerima hukum Allah dan
Rasul-Nya Shollallohu ‘alaihi wasallam. Maka sungguh tidak ada daya upaya dan
kekuatan kecuali hanya dengan bersandar kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
(Tahkiem Al Qawaaniin karangan Al Allamah Muhammad Bin Ibrahim Alu
Syaikh hal 14 – 20 Terbitan Daar Al Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar