Entri Populer

Sabtu, 24 November 2012

KPAI Sudah Temukan Kejanggalan Kematian Putri, Kaum Liberal Meradang



ACEH (VoA-Islam) – Sejumlah media lokal di Aceh memberitakan, Putri Erlina (16), gadis asal Desa Aramiah, Kecamatan Birem Bayeun, Aceh Timur, ditemukan tewas tergantung di dalam kamar tidur rumahnya pada Kamis malam (6/9/2012), sebulan lalu. Putri pertama kali ditemukan oleh adiknya, Aris (11).
Seorang rekan korban yang datang meminjam setrika, mengaku sempat memergoki Putri sesunggukan di dalam kamar, di depan meja rias sederhananya. Adegan itu terjadi beberapa saat sebelum Putri ditemukan tewas.
Kapolsek Birem Bayeun Iptu Zulkarnaen, kepada koran lokal, Prohaba, Jumat (7/9) mengatakan, korban meninggal dunia diperkirakan pukul 22.00 WIB. Saat ditemukan Putri telah tergantung dengan seutas tali plastik di dalam kamar tidur rumahnya.
Kapolsek menambahkan, berdasarkan hasil keterangan visum dokter RSUD setempat, Putri murni bunuh diri karena tidak ditemukan bekas luka lainnya di tubuh korban, selain bekas jeratan tali di lehernya.
Belakangan, dugaan bahwa Putri mati bunuh diri diragukan sejumlah kalangan. Putri diduga bukan mati bunuh diri, melainkan dibunuh. Adalah anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arnisah Vonna, yang menguak sejumlah kejanggalan kematian Putri.
"Soalnya, kepada saya sudah diperlihatkan foto wajah Putri begitu diturunkan dari tali gantungan. Wajahnya penuh riasan dan dia meninggal seperti layaknya orang tidur. Tapi anehnya foto itu sampai sekarang tidak diberikan kepada KPAI, meski sudah saya minta, dan petugas Polsek Birem Bayeun bernama Bakhtiar Alam berjanji akan memberikan copy-nya kepada saya. Tapi kapan akan diberikan?" tanya Arnisah, seperti dikutip Serambi Indonesia.
Banyak ditemukan kejanggalan atas kematian Putri yang secara kasatmata justru tidak mencerminkan ciri-ciri umum forensik pada kasus orang yang mati gantung diri. Misalnya, lidahnya tidak terjulur, matanya tidak terbelalak, kakinya malah menekuk, dan tidak ditemukan tinja di duburnya.
"Pada saat meninggal, riasan wajah Putri sempurna. Tak mungkin orang yang hendak bunuh diri merias wajah seserius itu. 90 persen saya duga anak ini dibunuh," ujar Arnisah.
Menurut investigasi Serambi Indonesia, ternyata tidak ada satu benda pun (kursi, bangku plastik, atau kaleng) di bawah kaki Putri saat tubuhnya ditemukan tergantung di tali rafia kecil.
Lazimnya, untuk menggantung diri pelaku biasanya berpijak di benda tertentu, sedangkan lehernya dimasukkan ke tali jerat. Lalu benda itu dia sepak/jatuhkan, sehingga lehernya otomatis terjerat dan tubuhnya tergantung. Tapi fakta ini tak ditemukan dalam kasus kematian Putri.
Ayahnya bahkan memastikan saat ditemukan tergantung, kedua lutut Putri dalam keadaan menekuk. Selain itu, sakingkecilnya tali rafia yang menjerat lehernya, cukup disulut dengan api rokok saja, langsung putus, lalu tubuh Putri diturunkan ke ranjang.
KPAI Temukan Kejanggalan
Dokumen lain yang didapat KPAI juga menunjukkan kejanggalan. Bahwa tulisan tangan dalam surat Putri, berbeda dengan tulisannya yang didapat di buku-buku pelajarannya saat masih sekolah. "Ini pun akan kita minta Labfor Polri memeriksanya," kata Arnisah.
Tragedi yang menimpa Putri ini berawal pada Senin dini hari (3/9/2012) sekitar pukul 03.00 WIB di Lapangan Merdeka, Kota Langsa, NAD. Atas laporan masyarakat, polisi syariah menggerebek sejumlah pemuda dan pemudi di sana karena melakukan aktivitas khalwat (bersepi-sepian dengan lelaki bukan mahramnya di tempat sunyi). Di Aceh, berkhalwatberarti melanggar Qanun No. 14 Tahun 2003.  
Sebagian pemuda dan pemudi lari dan berhasil lolos dari kejaran aparat, sementara Putri dan seorang kawannya, IB, berhasil terjaring razia. Mereka kemudian dibawa ke kantor Dinas Syariat Islam Kota Langsa. Ibrahim Latif, Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa, sampai di kantor tepat pukul 03.30 WIB.
Kedua remaja itu kemudian diperiksa dan diberi bimbingan. Kepada Suara Islam, Ibrahim menjelaskan bahwa kedua remaja itu berasal dari keluarga broken home. IB, kata Ibrahim, mengaku dirinya sering keluar malam. Bahkan ia menyebut besaran tarifnya untuk sekali pakai. Kepala Desa tempat IB tinggal saat dipanggil ke kantor Dinas SI, juga mengakui bahwa, "anak ini sudah rusak."
Sementara Putri, kata Ibrahim, mengaku sebagai "pemain baru". Dini hari itu ia mengaku habis nonton organ tunggal (keyboard) di Langsa. Tetapi ia juga mengakui bahwa dirinya juga pernah melakukan kemaksiatan dengan pacarnya di tempat berbeda.
Atas pengakuan Putri, Ibrahim lantas memanggil makcik dan pakcik-nya yang tinggal di Langsa. "Kebetulan ada polisi WH yang tahu rumah tante Putri itu," kata Ibrahim. Sedangkan IB, Kepala Desanya yang datang.
Ibrahim lantas meminta kepada Putri untuk menjelaskan kepada adik ibunya itu kenapa ia ditangkap. Lalu berceritalah Putri, hingga makcik-nya hendak menamparnya. Tetapi dicegah oleh Ibrahim. Alasannya, karena masih di kantor Dinas SI. "Kalau di rumahnya, ya silahkan saja," katanya.

Dalam pertemuan itu Ibrahim mengaku tidak pernah menyebut kedunya dengan sebutan "lonthe" atau pelacur sebagaimana dituduhkan kalangan liberal. "Saya tidak mengerti, kita tidak pernah menyebut itu," ungkapnya.
Akhirnya, tepat pukul 10.30 WIB semua proses pemeriksaan selesai. Mereka telah menandatangani pernyataan untuk tidak lagi mengulangi perbuatannya lagi. Putri dibawa pulang oleh makcik-nya, sementara IB oleh kepala desanya. "Karena kedua remaja itu beda kampung," ungkap Ibrahim.
Ibrahim juga menjelaskan, saat kedua remaja itu berada di kantornya, ada wartawan sebuah media lokal yang melakukan wawancara dengan keduanya. Bahkan Putri, kata Ibrahim, sempat mendekat kepada sang wartawan agar tidak menulis kasus yang menimpanya.
Selesailah proses pemeriksaan dan bimbingan hari itu. Tetapi tiga hari kemudian merebak berita Putri gantung diri di rumahnya, di Aceh Timur, yang berjarak 5-6 km dari Kota Langsa. Padahal selama pemeriksaan di Kadis SI Langsa, Putri dalam kondisi baik, sehat dan tidak ada tekanan sama sekali.
Sebelum mati, Putri sempat menulis surat dalam secarik kertas. Dalam suratnya, Putri bersumpah tak pernah menjual dirinya.  "Ayah…, maafin Putri ya yah, Putri udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi Putri berani sumpah kalau Putri gak pernah jual diri sama orang. Malam itu Putri Cuma mau nonton kibot (keyboard-red) di Langsa, terus Putri duduk di lapangan begadang sama kawan-kawan Putri."
Pada alinea berikutnya, dia melanjutkan, "Sekarang Putri gak tau harus gimana lagi, biarlah Putri pigi cari hidup sendiri, Putri gak da gunanya lagi sekarang. Ayah jangan cariin Putri ya..!!, nanti Putri juga pulang jumpai ayah sama Aris. Biarlah Putri belajar hidup mandiri, Putri harap ayah gak akan benci sama Putri, Ayah sayang kan sama putri..???, Putri sedih kali gak bisa jumpa Ayah, maafin Putri ayah… Kakak sayang sama Aris, maafin kakak ya.. (Putri sayang Ayah)."
Dari sinilah kemudian kalangan liberal berang dan menuding Dinas Syariat Islam Langsa yang mengawal pemberlakuan Qanun Syariah dianggap sebagai biang kematian Putri. Hingga kemudian Tempo, mengawali laporan tentang Putri dengan kalimat lead, "Seorang remaja perempuan ditemukan mati tergantung setelah ditangkap polisi syariah di Langsa, Aceh. Sempat membela diri lewat surat." Desastian/dbs
www.voa-islam.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar