ACEH (VoA-Islam) – Sejumlah media lokal di Aceh memberitakan, Putri
Erlina (16), gadis asal Desa Aramiah, Kecamatan Birem Bayeun, Aceh Timur,
ditemukan tewas tergantung di dalam kamar tidur rumahnya pada Kamis malam (6/9/2012),
sebulan lalu. Putri pertama kali ditemukan oleh adiknya, Aris (11).
Seorang rekan korban yang datang meminjam setrika, mengaku sempat
memergoki Putri sesunggukan di dalam kamar, di depan meja rias sederhananya.
Adegan itu terjadi beberapa saat sebelum Putri ditemukan tewas.
Kapolsek Birem Bayeun Iptu Zulkarnaen, kepada koran lokal,
Prohaba, Jumat (7/9) mengatakan, korban meninggal dunia diperkirakan pukul
22.00 WIB. Saat ditemukan Putri telah tergantung dengan seutas tali plastik di
dalam kamar tidur rumahnya.
Kapolsek menambahkan, berdasarkan hasil keterangan visum dokter
RSUD setempat, Putri murni bunuh diri karena tidak ditemukan bekas luka lainnya
di tubuh korban, selain bekas jeratan tali di lehernya.
Belakangan, dugaan bahwa Putri mati bunuh diri diragukan sejumlah
kalangan. Putri diduga bukan mati bunuh diri, melainkan dibunuh. Adalah anggota
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arnisah Vonna, yang menguak sejumlah
kejanggalan kematian Putri.
"Soalnya, kepada saya sudah diperlihatkan foto wajah Putri
begitu diturunkan dari tali gantungan. Wajahnya penuh riasan dan dia meninggal
seperti layaknya orang tidur. Tapi anehnya foto itu sampai sekarang tidak
diberikan kepada KPAI, meski sudah saya minta, dan petugas Polsek Birem Bayeun
bernama Bakhtiar Alam berjanji akan memberikan copy-nya kepada saya. Tapi kapan
akan diberikan?" tanya Arnisah, seperti dikutip Serambi Indonesia.
Banyak ditemukan kejanggalan atas kematian Putri yang secara
kasatmata justru tidak mencerminkan ciri-ciri umum forensik pada kasus orang
yang mati gantung diri. Misalnya, lidahnya tidak terjulur, matanya tidak
terbelalak, kakinya malah menekuk, dan tidak ditemukan tinja di duburnya.
"Pada saat meninggal, riasan wajah Putri sempurna. Tak
mungkin orang yang hendak bunuh diri merias wajah seserius itu. 90 persen saya
duga anak ini dibunuh," ujar Arnisah.
Menurut investigasi Serambi Indonesia, ternyata tidak ada satu
benda pun (kursi, bangku plastik, atau kaleng) di bawah kaki Putri saat
tubuhnya ditemukan tergantung di tali rafia kecil.
Lazimnya, untuk menggantung diri pelaku biasanya berpijak di benda
tertentu, sedangkan lehernya dimasukkan ke tali jerat. Lalu benda itu dia
sepak/jatuhkan, sehingga lehernya otomatis terjerat dan tubuhnya tergantung.
Tapi fakta ini tak ditemukan dalam kasus kematian Putri.
Ayahnya bahkan memastikan saat ditemukan tergantung, kedua lutut
Putri dalam keadaan menekuk. Selain itu, sakingkecilnya tali rafia
yang menjerat lehernya, cukup disulut dengan api rokok saja, langsung putus,
lalu tubuh Putri diturunkan ke ranjang.
KPAI Temukan Kejanggalan
Dokumen lain yang didapat KPAI juga menunjukkan kejanggalan. Bahwa
tulisan tangan dalam surat Putri, berbeda dengan tulisannya yang didapat di
buku-buku pelajarannya saat masih sekolah. "Ini pun akan kita minta Labfor
Polri memeriksanya," kata Arnisah.
Tragedi yang menimpa Putri ini berawal pada Senin dini hari
(3/9/2012) sekitar pukul 03.00 WIB di Lapangan Merdeka, Kota Langsa, NAD. Atas
laporan masyarakat, polisi syariah menggerebek sejumlah pemuda dan pemudi di
sana karena melakukan aktivitas khalwat (bersepi-sepian dengan
lelaki bukan mahramnya di tempat sunyi). Di Aceh, berkhalwatberarti
melanggar Qanun No. 14 Tahun 2003.
Sebagian pemuda dan pemudi lari dan berhasil lolos dari kejaran
aparat, sementara Putri dan seorang kawannya, IB, berhasil terjaring razia.
Mereka kemudian dibawa ke kantor Dinas Syariat Islam Kota Langsa. Ibrahim
Latif, Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa, sampai di kantor tepat pukul
03.30 WIB.
Kedua remaja itu kemudian diperiksa dan diberi bimbingan.
Kepada Suara Islam, Ibrahim menjelaskan bahwa kedua remaja itu
berasal dari keluarga broken home. IB, kata Ibrahim, mengaku dirinya sering
keluar malam. Bahkan ia menyebut besaran tarifnya untuk sekali pakai. Kepala
Desa tempat IB tinggal saat dipanggil ke kantor Dinas SI, juga mengakui bahwa,
"anak ini sudah rusak."
Sementara Putri, kata Ibrahim, mengaku sebagai "pemain
baru". Dini hari itu ia mengaku habis nonton organ tunggal (keyboard) di
Langsa. Tetapi ia juga mengakui bahwa dirinya juga pernah melakukan kemaksiatan
dengan pacarnya di tempat berbeda.
Atas pengakuan Putri, Ibrahim lantas memanggil makcik dan
pakcik-nya yang tinggal di Langsa. "Kebetulan ada polisi WH yang tahu
rumah tante Putri itu," kata Ibrahim. Sedangkan IB, Kepala Desanya yang
datang.
Ibrahim lantas meminta kepada Putri untuk menjelaskan kepada adik
ibunya itu kenapa ia ditangkap. Lalu berceritalah Putri, hingga makcik-nya
hendak menamparnya. Tetapi dicegah oleh Ibrahim. Alasannya, karena masih di
kantor Dinas SI. "Kalau di rumahnya, ya silahkan saja," katanya.
Dalam pertemuan itu Ibrahim mengaku tidak pernah menyebut kedunya dengan sebutan "lonthe" atau pelacur sebagaimana dituduhkan kalangan liberal. "Saya tidak mengerti, kita tidak pernah menyebut itu," ungkapnya.
Dalam pertemuan itu Ibrahim mengaku tidak pernah menyebut kedunya dengan sebutan "lonthe" atau pelacur sebagaimana dituduhkan kalangan liberal. "Saya tidak mengerti, kita tidak pernah menyebut itu," ungkapnya.
Akhirnya, tepat pukul 10.30 WIB semua proses pemeriksaan selesai.
Mereka telah menandatangani pernyataan untuk tidak lagi mengulangi perbuatannya
lagi. Putri dibawa pulang oleh makcik-nya, sementara IB oleh kepala desanya.
"Karena kedua remaja itu beda kampung," ungkap Ibrahim.
Ibrahim juga menjelaskan, saat kedua remaja itu berada di
kantornya, ada wartawan sebuah media lokal yang melakukan wawancara dengan
keduanya. Bahkan Putri, kata Ibrahim, sempat mendekat kepada sang wartawan agar
tidak menulis kasus yang menimpanya.
Selesailah proses pemeriksaan dan bimbingan hari itu. Tetapi tiga
hari kemudian merebak berita Putri gantung diri di rumahnya, di Aceh Timur,
yang berjarak 5-6 km dari Kota Langsa. Padahal selama pemeriksaan di Kadis SI
Langsa, Putri dalam kondisi baik, sehat dan tidak ada tekanan sama sekali.
Sebelum mati, Putri sempat menulis surat dalam secarik kertas.
Dalam suratnya, Putri bersumpah tak pernah menjual dirinya. "Ayah…,
maafin Putri ya yah, Putri udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi Putri
berani sumpah kalau Putri gak pernah jual diri sama orang. Malam itu Putri Cuma
mau nonton kibot (keyboard-red) di Langsa, terus Putri duduk di lapangan
begadang sama kawan-kawan Putri."
Pada alinea berikutnya, dia melanjutkan, "Sekarang Putri
gak tau harus gimana lagi, biarlah Putri pigi cari hidup sendiri, Putri gak da
gunanya lagi sekarang. Ayah jangan cariin Putri ya..!!, nanti Putri juga pulang
jumpai ayah sama Aris. Biarlah Putri belajar hidup mandiri, Putri harap ayah
gak akan benci sama Putri, Ayah sayang kan sama putri..???, Putri sedih kali
gak bisa jumpa Ayah, maafin Putri ayah… Kakak sayang sama Aris, maafin kakak
ya.. (Putri sayang Ayah)."
Dari sinilah kemudian kalangan liberal berang dan menuding Dinas
Syariat Islam Langsa yang mengawal pemberlakuan Qanun Syariah dianggap sebagai
biang kematian Putri. Hingga kemudian Tempo, mengawali laporan
tentang Putri dengan kalimat lead, "Seorang remaja
perempuan ditemukan mati tergantung setelah ditangkap polisi syariah di Langsa,
Aceh. Sempat membela diri lewat surat." Desastian/dbs
www.voa-islam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar