JAKARTA (VoA-Islam) - Ketua Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional
Komnas Perempuan Husein Muhammad dalam diskusi bersama Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) Padang di Sekretariat Women Crisis Center (WCC) Nurani
Perempuan, di Padang, Kamis (22/11/2012) menyebut perempuan Aceh -- bernama
Putri Erlina -- bunuh diri akibat perda diskriminatif. Perempuan muda itu bunuh
diri dikarenakan mengalami tekanan psikologis dan tak kuat menahan malu,
dikarenakan dicap pelacur, setelah ditangkap Polisi Syariat Islam Aceh yang
mendapatinya keluar pada malam hari.
Yang pasti, kematian Putri Erlina dijadikan momentum oleh kalangan
Liberal untuk menghantam pelaksanaan syariat Islam di bumi Nanggroe Aceh
Darussalam. Mbahnya Jaringan Islam Liberal (JIL) Goenawan Mohammad menulis
dalam catatan pinggirnya di majalah Tempo edisi 12-23
September 2012 lalu berjudul "Leda".
Goenawan ingin menunjukkan bahwa Putri telah ditimpa ketidakadilan
sebagaimana sosok Leda yang diperkosa Dewa Zeus yang menyamar sebagai angsa
misterius."Mengenang Putri, 16 tahun, yang bunuh diri setelah dituduh
sebagai pelacur oleh polisi syariah di Langsa, Aceh." Itulah
kalimat pertama dari seorang dedengkot Liberal.
Demi memojokkan syariat Islam, Tempo menghabiskan
lima halaman untuk membahas soal Putri. Empat halaman di rubrik hukum dan satu
halaman catatan pinggir si Gun. Secarik surat Putri yang konon ditulis sebelum
ia mati dimuat satu halaman penuh.
Tempo memanfaatkan sejumlah narasumber Liberal dan dikenal anti syariat
dari Kontras, Komnas Anak dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan). Bahkan ketiga lembaga ini secara khusus pada Kamis
(13/9/2012) lalu menggelar jumpa pers di Jakarta menyikapi kematian Putri.
Anggota Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menuding bahwa kematian
Putri adalah akibat kebijakan diskriminatif atas nama moralitas dan agama. Andy
menyebut kasus ini bukanlah kali pertama, sebelumnya di Kota Tangerang kasus
serupa juga menimpa seorang ibu bernama Lilis Lisdawati.
"Meski Aceh merupakan daerah istimewa dengan otoritasnya
hukum syariat Islam yang berlaku di sana, tidak semata-mata mengabaikan hukum
nasional yang ada. Ini perlu direvisi oleh gubernur dan pemerintahan yang baru
di sana, dengan lebih memperhatikan penegakan HAM, khususnya bagi anak dan
perempuan," desaknya.
Kontras menilai, Putri bunuh diri karena dua hal. Pertama,
penerapan hukum syariat Islam di Aceh dan kedua, pemberitaan media terhadap
anak di bawah umur yang berhadapan dengan hukum. "Qanun yang dipakai
polisi syariah Aceh bertindak secara berlebihan terhadap Putri. Putri, gadis di
bawah umur yang berada di luar rumah hingga larut malam langsung ditangkap dan
diceramahi didepan umum, dan dituduh pelacur," ujar Kepala Biro Pemantauan
Kontras, Feri Kusuma.
"Kedua, esok harinya keluar berita berjudul 'Dua Pelacur ABG
Dibeureukah WH'. Dibeureukah bahasa Aceh yang artinya tidak
sekedar ditangkap tetapi merupakan bahasa kasar di Aceh yang ditujukan kepada
orang-orang yang sudah salah. Padahal, Putri tidak terbukti bersalah, yang
dapat dibuktikan dengan sumpah yang dituliskan dalam surat yang ditinggalkan
Putri sebelum bunuh diri. Juga vonis pelacur yang dilabelkan ke Putri,"
papar Feri.
LSM lokal di Aceh juga menuding Wilayatul Hisbah (polisi syariat,
red) tidak profesional dalam bekerja. "Kita berharap tidak ada Putri
lainnya di Aceh. Seharusnya WH punya mekanisme, ada tahapan dan proses
pembuktian saat memvonis, saya tidak setuju dengan cara kerja WH selama
ini," kata Ketua LSM Flower Aceh Desy Setyawati, seperti dikutip situs
berita The Atjeh Pos.
Sementara Koordinator LSM Beujroh, Raihana Diani, meminta agar WH
segera dievaluasi. Sebab menurut Raihana pelaksanaan syariat Islam di Aceh
harusnya bermuara pada perubahan masyarakat menjadi lebih baik. "Kenapa
ini bisa berujung bunuh diri ya? Wajib dievaluasi lembaga Satpol PP dan
WH," katanya.
Supaya tak menimbulkan persoalan berlarut-larut dan fitnah
berkepanjangan, Ketua KPAID Aceh, Tgk Anwar Yusuf Ajad mendesak agar misteri
kematian Putri segera diungkap.
"Misteri kematian PE harus terjawab tuntas, dan kami berharap
tidak ada lagi pihak yang sengaja menghembuskan isu agar terjadi benturan
antara penegakan syariat Islam dengan isu perlindungan anak," kata Tgk
Anwar Yusuf Ajad, seperti dikutip Serambi Indonesia.
Anwar Yusuf membahkan, pihaknya juga berharap agar semua pihak tidak menambah polemik yang berkepenjangan terhadap kasus ini. "Janganlah karena kepentingan kelompok, lalu menyudutkan salah satu pihak. Kita harus melihat secara objektif, sehingga penyelesaian masalah ini tidak bergeser ke upaya pelemahan peran Syariat Islam di Aceh," kata Anwar.
Anwar Yusuf membahkan, pihaknya juga berharap agar semua pihak tidak menambah polemik yang berkepenjangan terhadap kasus ini. "Janganlah karena kepentingan kelompok, lalu menyudutkan salah satu pihak. Kita harus melihat secara objektif, sehingga penyelesaian masalah ini tidak bergeser ke upaya pelemahan peran Syariat Islam di Aceh," kata Anwar.
"Sangat tidak relevan ketika ada pihak yang
menghubung-hubungkan kematian Putri Erlina karena ditangkap WH. Sudah banyak
orang yang ditangkap WH dan bahkan dicambuk di depan khalayak ramai, tapi tidak
ada yang sampai bunuh diri. Jadi kasus ini harus diusut tuntas, agar tidak
timbul fitnah," tandas Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Tgk
Faisal Ali.
Pelemahan Syariat Islam
Dorongan agar kematian Putri diselidiki muncul dari LSM
Gerakan Masyarakat Transparansi (GeMPAR). Menurut Ketua LSM GeMPAR Aceh,
Auzir Fahlevi, kejanggalan-kejanggalan dalam kematian Putri bisa menjadi celah
hukum bagi polisi untuk melakukan upaya penyelidikan.
GeMPAR menyayangkan di saat pihak keluarga memberikan izin agar
jenazah Putri diautopsi, ternyata polisi tidak secepatnya melakukan autopsi.
"Yang lebih aneh lagi, tiba-tiba saja terjadi perubahan sikap keluarga
yang tidak mengizinkan lagi dilakukan autopsi, padahal sebelumnya sangat
berharap dilakukan autopsi karena berbagai temuan kejanggalan," tandasnya.
Ketua MUI Pusat KH A Cholil Ridwan turut menolak upaya-upaya musuh
Islam yang dilakukan untuk mendiskreditkan penerapan syariat Islam di bumi NAD.
"Syariat Islam secara konstitusi sah berlaku di Aceh. Segala upaya
merongrong penerapannya pasti akan berhadapan dengan umat Islam,"
Mantan anggota Komnas HAM Syafruddin Ngulma Simeulue mengungkapkan
bahwa upaya pelaksanaan syariat Islam memang sering disorot dan diputarbalikkan
oleh orang-orang yang memusuhinya. "Banyak fitnah yang dibuat seolah-olah
syariat Islam melanggar HAM, membuat malapetaka. Ini memang senandungnya orang
kafir," katanya.
Kasus matinya Putri, kata Syafruddin, oleh kalangan liberal memang
disikapi secara berlebihan dan digunakan untuk menghantam syariat Islam.
"Itu mengada-ada. Banyak orang mati yang aneh-aneh tapi tak dipersoakan.
Mestinya itu diselidiki saja. Ada aturan hukum nasional, diinvestigasi saja.
Tak ada syariat Islam membawa petaka," tandasnya.
Majelis Pemusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menyerukan Dinas Syariat
Islam tak gentar menghadapi berbagai upaya yang mengarah pada pelemahan
penegakan syariat Islam di Aceh. "Ulama berada di belakang Dinas Syariat
Islam, tak terkecuali ketika menghadapi upaya hukum oleh pihak-pihak tertentu,
seperti yang kini ditujukan kepada Drs H Ibrahim Latif MM (Kadis Syariat Islam
Kota Langsa). Setiap usaha pelemahan syariat Islam harus dilawan
bersama-sama,"Desastian/dbs
www.voa-islam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar