Entri Populer

Minggu, 25 November 2012

Ujung Sejarah Yahudi Adalah Kehinaan, Pasti Mereka Terkalahkan



Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, Dzat yang memporak-porandakan pasukan Ahzab, penolong hamba-hamba beriman dan berjihad. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Kebiadaban berulang ditunjukkan Zionis yahudi bangsa Israel. Pembunuhan masal kembali dilakukan terhadap kaum muslimin Gaza, Palestina. Ratusan lebih anak-anak menjadi korban. Disusul kaum wanita menempati urutan kedua. Selanjutnya kaum lemah dari kalangan orang tua dan sedikit dari pejuangnya.
Mereka senantiasa haus untuk menumpahkan darah orang beriman. Mereka sangat menikmati pembunuhan terhadap anak-anak kaum muslimin. Bahkan salah seornag tokoh mereka mengatakan, ia mendapati kepuasan saat melihat darah anak-anak Palestina tertumpah. (Sebagaimana disebutkan DR. Abdul Aziz al-Rantisi dalam tulisannya: Sayuhzamul Irhab al-Suhyuni)
Kebencian dan permusuhan Yahudi terhadap kaum muslimin tidak bisa ditutup-tutupi. Hanya orang buta saja yang menilai itu kejahatan yang bisa dilakukan siapa saja. Padahal Allah telah menyebutkan dalam Kitab-Nya, kekejaman mereka merupakan bagian dari karaktristik mereka yang tidak bisa lepas,
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
"Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas." (QS. Al-Maidah: 78)
Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan, laknat yang menimpa mereka dalam kurun waktu yang sangat lama disebabkan kedurhakaan mereka kepada Allah dan kezaliman mereka yang melampaui batas terhadap makhluk-Nya.
Al-Qur'an juga mencatat, dahulu, Yahudi telah membunuh para Nabi pilihan Allah. Sekarang, mereka membunuh orang-orang shalih yang mengimani para utusan Allah.
Pantaslah jika Allah mengancam mereka, "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu memberitahukan, bahwa sesungguhnya Dia akan mengirim kepada mereka (orang-orang Yahudi) sampai hari kiamat orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang seburuk-buruknya. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-A'raf: 167)
Pada masa Nabi Musa, Beliau 'Alaihis Salam memungut upeti dari mereka selama 7 tahun. Lalu kehinaan mereka berlanjut saat mereka berada di bawah kekuasaan Yunani dan raja-raja sesudahnya. Saat kekuasaan di tangan Nashrani, mereka juga dihinakan dan mendapat berbagai siksaan sebagai hukuman Allah terhadap perbuatan mereka.
Kemudian datang Islam, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam menghinakan mereka dengan memunggut pajak dan upeti dari mereka agar mendapat rasa aman. Hal ini juga sebagai hukuman atas mereka yang mengingkari Allah dan Rasul-Nya serta mendustakan ayat-ayat Allah.
Kehinaan juga akan meliputi akhir sejarah mereka saat mereka menjadi pengikut dan pasukan Dajjal terlaknat. Kemudian kaum muslimin yang ditemani Nabi Isa 'Alaihis Salam akan membunuh mereka. Dan ini pertanda sudah dekatnya kiamat.
Ringkasnya, bahwa kafir Yahudi sebenarnya umat terhina yang harus dihinakan. Dan ujung dari sejarah mereka adalah kehinaan. Karena itulah, pejuang Islam jangan gentar menghadapi keangkuhan Yahudi terlaknat. Sehebat-hebat senjata pembunuh mereka, ujung dari mereka adalah kekalahan dan kehinaan.
Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ
“Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum muslimin memerangi bangsa Yahudi, hingga kaum muslimin membunuhi Yahudi. Sampai-sampai orang Yahudi berlindung di balik batu dan pohon, lalu batu dan pohon tadi akan berbicara; 'Wahai orang Islam, hai hamba Allah! di belakangku ada orang-orang Yahudi, kemarilah, bunuhlah dia,' kecuali pohon Gharqad, sebab ia itu sungguh pohonnya Yahudi.” (HR. Ahmad)
. . . kafir Yahudi sebenarnya umat terhina yang harus dihinakan. Dan ujung dari sejarah mereka adalah kehinaan. Karena itulah, pejuang Islam jangan gentar menghadapi keangkuhan Yahudi terlaknat. . .
Kehancuran Yahudi
Al-Qur’an telah mengabarkan kehancuran Yahudi, seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآَخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا
"Dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan Israel) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang Islam di bawah pimpinan Imam Mahdi) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam Masjid (Al-Aqsha), sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama, dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa yang mereka kuasai”.  (QS.  Al-Isra’: 7)
Sejak 1948 Yahudi merampas tanah Palestina. Dan sejak 2006 sampai sekarang mereka memblokade Gaza. Sehingga sekitar 1,5 juta jiwa muslim terkurung rapat dari dunia luar.
Berbagai upaya kemanusiaan untuk membantu mereka selalu digagalkan oleh Israel, termasuk misi kemanusiaan yang baru saja diserang pasukan komando Israel di perairan Gaza (Laut Mediterania). Tidak ada kekuatan di dunia ini yang mampu menghentikan kebiadaban Israel.
Pengepungan dan pemenjaraan massal oleh penjajah Israel dengan pembangunan tembok pemisah dimulai 16 Juni 2002 di Tepi Barat dengan dalih pengamanan. Panjang tembok tersebut mencapai 721 km sepanjang Tepi Barat, tinggi 8 meter sehingga mengisolasi lahan pertanian milik penduduk Palestina yang ditanami berbagai buah, seperti anggur dan zaitun.
Hal ini berakibat perekonomian Palestina terpuruk. Pengepungan ini sudah dinubuwatkan oleh RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam:
"Hampir tiba masanya tidak dibolehkan masuk (embargo) kepada penduduk Iraq meski hanya satu qafiz  makanan dan satu dirham," Kami bertanya dari mana larangan itu? Beliau menjawab: "Dari orang-orang asing yang melarangnya."
Kemudian berkata lagi: "Hampir tiba masanya tidak diperbolehkan masuk (blokade) kepada penduduk Syam (Palestina) meski hanya satu dinar dan satu mud makanan."Kami bertanya: "Dari mana larangan itu? Beliau menjawab: Dari orang-orang Romawi." (HR. Muslim)
. . . Siapa kekuatan yang mampu menghancurkan Israel?  Pasukan Islam dari Khurasan (Afghanistan) dengan bendera-bendera hitam, . . (al-Hadits) . . .
Siapa kekuatan yang mampu menghancurkan Israel? Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan: “Akan muncul dari Khurasan (Afghanistan) bendera-bendera hitam, maka tidak ada seorang pun yang mampu mencegahnya, sehingga bendera-bendera itu ditancapkan di Eliya (al-Quds)“. (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Nu’aim bin Hammad).
Kehancuran Israel berarti kiamat telah dekat, sehingga banyak orang mempertahankan eksistensi Negara Israel tersebut, namun janji Allah dan Rasul-Nya pasti akan terlaksana:
Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum muslimin memerangi bangsa Yahudi, sampai-sampai orang Yahudi berlindung di balik batu dan pohon, lalu batu dan pohon tadi akan berbicara; Wahai orang Islam, hai hamba Allah! di belakangku ada orang-orang Yahudi, kemarilah, bunuhlah dia, kecuali pohon Ghorqod, sebab ia itu sungguh pohonnya Yahudi”. (HR. Ahmad)
Kalian akan memerangi orang-orang Yahudi sehingga seorang diantara mereka bersembunyi di balik batu. Maka batu itu berkata, “Wahai hamba Allah, inilah si Yahudi di belakangku, maka bunuhlah ia”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (2767), dan Muslim dalam Shahih-nya (2922)].
Al-Hafizh Ibnu Hajar  berkata, “Dalam hadits ini terdapat tanda-tanda dekatnya hari kiamat, berupa berbicaranya benda-benda mati, pohon, dan batu. Lahiriahnya hadits ini (menunjukkan) bahwa benda-benda itu berbicara secara hakikat”.[Fathul Bari (6/610)]. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]

Sabtu, 24 November 2012

Majalah Tempo, Media yang Gigih Memojokkan Penegakan Syariat Islam



JAKARTA (VoA-Islam) – Untuk menyegarkan kembali ingata, artikel Tempo tentang 'Surat Terakhir Dari Putri" menyakitkan umat Islam Indonesia, khususnya masyarakat Aceh.
Dengan simplifikasi yang buru-buru dan tanpa penelitian yang mendalam, Tempo langsung mengambil kesimpulan :"Terlepas dari penyebab kematiannya, banyak pihak berharap agar Putri menjadi korban terakhir dari penerapan qanun yang dibuat dan diterapkan tanpa memperhatikan perlindungan atas hak-hak anak."
Tulisan yang dibuat Jajang Jamaludin dan Imran MA ini juga menyimpulkan: "Kematian Putri menjadi kian tak biasa karena berkaitan dengan penerapan hukum syariah di Bumi Serambi Mekah..
Misi Tempo yang anti syariat Islam ini makin jelas, dengan ditampilkannya artikel kedua tentang kasus di Aceh itu dengan artikelnya : "Diskriminasi Sana Sini"
Dalam alinea pertama, Tempo menulis: "Kematian Putri Erlina tak hanya mengundang belasungkawa dari masyarakat biasa. Lebih dari itu, kematian remaja 16 tahun ini juga memantik kembali perlawanan kalangan aktivis perlindungan anak dan perempuan terhadap peraturan yang mereka anggap diskriminatif. "Putri menjadi korban kebijakan diskriminatif atas nama moralitas dan agama," kata Komisioner Komisi Nasional Perempuan Andy Yentriyani dalam siaran persnya, Jumat pekan lalu.
Artikel itu kemudian ditutup dengan : "Karena itulah Andy mendesak agar aturan aturan yang diskriminatif dan sangat merugikan tersebut segera direvisi. Sesuatu yang juga sejak dulu diteriakkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia."
Dan kebijakan Tempo yang sinis terhadap syariat Islam itu makin terlihat jelas dengan Catatan Pinggir yang dibuat 'god father-nya' Goenawan Mohamad. "Mengenang Putri, 16 tahun, yang bunuh diri setelah dituduh sebagai pelacur oleh polisi syariah di Langsa, Aceh," kata Goenawan mengawali catatannya.
Kebijakan Tempo anti Perda Syariah dan Undang-Undang yang Islami ini sebenarnya sudah lama dan nampak terang benderang pada Tempo edisi 4 September 2011, dengan menampilkan judul liputan khusus: Perda Syariah Untuk Apa. Kebijakan redaksinya nampak dalam kolom opininya yang menyatakan :
"Indonesia tampaknya bukan tempat yang tepat untuk menegakkan hukum yang berlatar belakang syariah. Lihat saja penerapan aturan-aturan baru bernuansa keagamaan itu . Ketentuan itu diterapkan secara diskriminatif: begitu tegas terhadap masyarakat kelas bawah, tapi tidak bergigi manakala harus berhadapan dengan pelanggar aturan dari kalangan elite atau masyarakat kelas atas. Inilah antara lain kritik terhadap penerapan syariah Islam yang telah berjalan lebih dari sepuluh tahun di Bumi Serambi Mekah, Aceh. Hampir semua hukuman hanya mengena pada masyarakat kelas bawah."
Tempo menutup kebijakan redaksinya itu dengan: "Lahirnya aturan-aturan syariah ini barangkali lebih efektif ketimbang dakwah puluhan tahun para kiai di kampung-kampung. Sebab aturan-aturan itu menggunakan tangan-tangan perkasa pemerintah (daerah) untuk memaksa para perempuan setempat mengenakan kerudung dan pakaian yang Islami, atau memaksa pasangan yang hendak menikah belajar membaca Al Quran lebih serius. Namun kemungkinan besar aturan-aturan itu tidak sanggup menjawab persoalan substansial yang sedang dihadapi bangsa ini, seperti kemiskinan, kerusakan lingkungan dan korupsi."
Majalah Tempo yang dikenal dengan majalah investigasi ternama, ternyata dalam kasus bunuh diri Putri di Langsa Aceh ini melakukan simplifikasi yang buru-buru dan dipaksakan. Tempo tidak berusaha mengadakan penyelidikan yang mendalam tentang kasus ini dan mengambil kesimpulan bahwa kasus bunuh diri itu karena berkaitan dengan penerapan hukum syariah di Bumi Serambi Mekah.
Tempo Bukan Media Rujukan
Dosen STID Moh Natsir, Nuim Hidayat ketika dimintai tanggapannya soal pemberitaan Majalah Tempo edisi 17-23 September 2012 tentang kasus kematian Putri Erlina yang berujung terhadap upaya melemahkan penegakan syariat Islam di Aceh dan sejumlah daerah di Tanah Air, mengatakan majalah itu telah menyakiti umat Islam. Menurutnya Tempo telah gegabah dengan menurunkan berita yang berjudul “Diskriminasi Sana-Sini”.
Sebelumnya Dinas Syariat Islam Kota Langsa juga menyatakan keberatannya atas pemberitaan majalah yang digawangi tokoh JIL yang bernama Goenawan Muhammad itu.
Dalam temu persnya, Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa Aceh, Ibrahim Latief mengatakan, kematian Putri Erlina tidak ada sangkut pautnya dengan penerapan syariat Islam di Aceh.
Nuim Hidayat menilai, jurnalis Tempo yang menulis berita itu,  tidak mengadakan penelitian mendalam kepada pihak-pihak yang terkait dengan kematian Putri Erlina, apakah itu keluarga, teman dan sahabat, guru-guru, dan dinas syariat Islam kota Langsa itu sendiri.
“Dinas syariat Islam di kota Langsa tak pernah mengatakan bahwa korban adalah pelacur. Kalau ada media massa lokal di Aceh yang mengatakan bahwa kematian Putri Erlina terkait dengan penerapan syariat Islam di sana, itu bukanlah tanggung jawab lembaga tersebut atas efek negatif dari pemberitaannya.”
Kesimpulan majalah Tempo yang mengatakan kematian Putri Erlina terkait dengan penerapan syariah Islam, patut dianalisis lebih lanjut, karena belum pernah ada sebelumnya orang-orang yang terkena razia syariah bunuh diri, padahal dinas syariah kota Langsa sudah menahan banyak sekali pelaku pelanggar syariah di sana.
Kemudian faktor penyebab Putri Erlina bunuh diri juga patut diteliti, apakah alasannya membunuh dirinya sendiri?
Bagaimana kondisi kejiwaan sang korban, bagaimana hubungan korban dengan keluarganya, apakah korban terkena kasus lain yang menyebabkan dia bunuh diri, menyusul ditahannya korban akibat pelanggaran syariah oleh dinas penegak syariah di sana?
Lalu penjelasan di surat wasiatnya yang mengatakan korban tidak menjual dirinya, apakah penyebabnya karena tudingan pelacur dari media massa atau dari dinas syariah itu sendiri?
Nuim yang merupakan adik Adian Husaini ini menggarisbawahi, sebagai media massa Tempo harus selalu menyajikan berita yang adil dan berimbang, to cover both side, mengingat efek pemberitaannya kepada masyarakat luas, khususnya bagi kalangan yang tidak mengerti tentang syariah Islam.
Menurut Nuim, diterapkannya syariah Islam justru membawa kemajuan bagi masyarakat Aceh. Syariah Islam yang sudah diterapkan di Aceh sejak zaman Samudera Pasai dahulu, terbukti ampuh mengatasi kriminalitas, kerusakan akhlak dan moral masyarakat, dan melawan penjajahan Belanda serta akibat buruk di baliknya (program pemurtadan besar-besaran di sana).
Nuim menyadari masih adanya kelemahan dalam upaya penegakan syariah di sana, tapi setidaknya Aceh lebih kondusif dan aman sekarang di bawah hukum Syariah ketimbang daerah-daerah lainnya yang tidak menggunakan hukum Syariah.
Nuim pun menantang Tempo untuk mengadakan survei secara nasional dengan obyektif. Membandingkan faktor kriminalitas dan amoralitas; korupsi, pemerkosaan, pencurian, perampokan, tawuran remaja, seks bebas, penggunaan narkoba dan miras, penyebaran pornografi dan pornoaksi, aktivitas pelecehan agama, dan sebagainya, antara daerah yang tidak menggunakan syariah Islam dengan Aceh, yang menggunakan syariah Islam.
Jika sedikit-sedikit Tempo mengaitkan keburukan-keburukan yang menimpa Aceh dan masyarakatnya terkait penegakan syariah, Tempo harus berani menarik kesimpulan bahwa di daerah-daerah non penegakan syariah pun, tingginya kasus-kasus kriminalitas dan amoralitas di sana, adalah akibat diterapkannya hukum sekuler.
Nuim dan dinas syariah kota Langsa akan selalu berkomitmen untuk melawan penyebaran ide-ide Islamofobia yang diusung media massa nasional (dan internasional), apapun medianya.
Terakhir Nuim menyerukan dan mendorong agar penegakan syariah Islam ditingkatkan kualitasnya, mulai dari kualitas guru agama, para penegak syariah dan dinas yang terkait, hingga pengambil kebijakannya, sehingga penegakan syariah bisa dirasakan manfaatnya oleh segenap warga Aceh.Desastian/dbs

KPAI Sudah Temukan Kejanggalan Kematian Putri, Kaum Liberal Meradang



ACEH (VoA-Islam) – Sejumlah media lokal di Aceh memberitakan, Putri Erlina (16), gadis asal Desa Aramiah, Kecamatan Birem Bayeun, Aceh Timur, ditemukan tewas tergantung di dalam kamar tidur rumahnya pada Kamis malam (6/9/2012), sebulan lalu. Putri pertama kali ditemukan oleh adiknya, Aris (11).
Seorang rekan korban yang datang meminjam setrika, mengaku sempat memergoki Putri sesunggukan di dalam kamar, di depan meja rias sederhananya. Adegan itu terjadi beberapa saat sebelum Putri ditemukan tewas.
Kapolsek Birem Bayeun Iptu Zulkarnaen, kepada koran lokal, Prohaba, Jumat (7/9) mengatakan, korban meninggal dunia diperkirakan pukul 22.00 WIB. Saat ditemukan Putri telah tergantung dengan seutas tali plastik di dalam kamar tidur rumahnya.
Kapolsek menambahkan, berdasarkan hasil keterangan visum dokter RSUD setempat, Putri murni bunuh diri karena tidak ditemukan bekas luka lainnya di tubuh korban, selain bekas jeratan tali di lehernya.
Belakangan, dugaan bahwa Putri mati bunuh diri diragukan sejumlah kalangan. Putri diduga bukan mati bunuh diri, melainkan dibunuh. Adalah anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arnisah Vonna, yang menguak sejumlah kejanggalan kematian Putri.
"Soalnya, kepada saya sudah diperlihatkan foto wajah Putri begitu diturunkan dari tali gantungan. Wajahnya penuh riasan dan dia meninggal seperti layaknya orang tidur. Tapi anehnya foto itu sampai sekarang tidak diberikan kepada KPAI, meski sudah saya minta, dan petugas Polsek Birem Bayeun bernama Bakhtiar Alam berjanji akan memberikan copy-nya kepada saya. Tapi kapan akan diberikan?" tanya Arnisah, seperti dikutip Serambi Indonesia.
Banyak ditemukan kejanggalan atas kematian Putri yang secara kasatmata justru tidak mencerminkan ciri-ciri umum forensik pada kasus orang yang mati gantung diri. Misalnya, lidahnya tidak terjulur, matanya tidak terbelalak, kakinya malah menekuk, dan tidak ditemukan tinja di duburnya.
"Pada saat meninggal, riasan wajah Putri sempurna. Tak mungkin orang yang hendak bunuh diri merias wajah seserius itu. 90 persen saya duga anak ini dibunuh," ujar Arnisah.
Menurut investigasi Serambi Indonesia, ternyata tidak ada satu benda pun (kursi, bangku plastik, atau kaleng) di bawah kaki Putri saat tubuhnya ditemukan tergantung di tali rafia kecil.
Lazimnya, untuk menggantung diri pelaku biasanya berpijak di benda tertentu, sedangkan lehernya dimasukkan ke tali jerat. Lalu benda itu dia sepak/jatuhkan, sehingga lehernya otomatis terjerat dan tubuhnya tergantung. Tapi fakta ini tak ditemukan dalam kasus kematian Putri.
Ayahnya bahkan memastikan saat ditemukan tergantung, kedua lutut Putri dalam keadaan menekuk. Selain itu, sakingkecilnya tali rafia yang menjerat lehernya, cukup disulut dengan api rokok saja, langsung putus, lalu tubuh Putri diturunkan ke ranjang.
KPAI Temukan Kejanggalan
Dokumen lain yang didapat KPAI juga menunjukkan kejanggalan. Bahwa tulisan tangan dalam surat Putri, berbeda dengan tulisannya yang didapat di buku-buku pelajarannya saat masih sekolah. "Ini pun akan kita minta Labfor Polri memeriksanya," kata Arnisah.
Tragedi yang menimpa Putri ini berawal pada Senin dini hari (3/9/2012) sekitar pukul 03.00 WIB di Lapangan Merdeka, Kota Langsa, NAD. Atas laporan masyarakat, polisi syariah menggerebek sejumlah pemuda dan pemudi di sana karena melakukan aktivitas khalwat (bersepi-sepian dengan lelaki bukan mahramnya di tempat sunyi). Di Aceh, berkhalwatberarti melanggar Qanun No. 14 Tahun 2003.  
Sebagian pemuda dan pemudi lari dan berhasil lolos dari kejaran aparat, sementara Putri dan seorang kawannya, IB, berhasil terjaring razia. Mereka kemudian dibawa ke kantor Dinas Syariat Islam Kota Langsa. Ibrahim Latif, Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa, sampai di kantor tepat pukul 03.30 WIB.
Kedua remaja itu kemudian diperiksa dan diberi bimbingan. Kepada Suara Islam, Ibrahim menjelaskan bahwa kedua remaja itu berasal dari keluarga broken home. IB, kata Ibrahim, mengaku dirinya sering keluar malam. Bahkan ia menyebut besaran tarifnya untuk sekali pakai. Kepala Desa tempat IB tinggal saat dipanggil ke kantor Dinas SI, juga mengakui bahwa, "anak ini sudah rusak."
Sementara Putri, kata Ibrahim, mengaku sebagai "pemain baru". Dini hari itu ia mengaku habis nonton organ tunggal (keyboard) di Langsa. Tetapi ia juga mengakui bahwa dirinya juga pernah melakukan kemaksiatan dengan pacarnya di tempat berbeda.
Atas pengakuan Putri, Ibrahim lantas memanggil makcik dan pakcik-nya yang tinggal di Langsa. "Kebetulan ada polisi WH yang tahu rumah tante Putri itu," kata Ibrahim. Sedangkan IB, Kepala Desanya yang datang.
Ibrahim lantas meminta kepada Putri untuk menjelaskan kepada adik ibunya itu kenapa ia ditangkap. Lalu berceritalah Putri, hingga makcik-nya hendak menamparnya. Tetapi dicegah oleh Ibrahim. Alasannya, karena masih di kantor Dinas SI. "Kalau di rumahnya, ya silahkan saja," katanya.

Dalam pertemuan itu Ibrahim mengaku tidak pernah menyebut kedunya dengan sebutan "lonthe" atau pelacur sebagaimana dituduhkan kalangan liberal. "Saya tidak mengerti, kita tidak pernah menyebut itu," ungkapnya.
Akhirnya, tepat pukul 10.30 WIB semua proses pemeriksaan selesai. Mereka telah menandatangani pernyataan untuk tidak lagi mengulangi perbuatannya lagi. Putri dibawa pulang oleh makcik-nya, sementara IB oleh kepala desanya. "Karena kedua remaja itu beda kampung," ungkap Ibrahim.
Ibrahim juga menjelaskan, saat kedua remaja itu berada di kantornya, ada wartawan sebuah media lokal yang melakukan wawancara dengan keduanya. Bahkan Putri, kata Ibrahim, sempat mendekat kepada sang wartawan agar tidak menulis kasus yang menimpanya.
Selesailah proses pemeriksaan dan bimbingan hari itu. Tetapi tiga hari kemudian merebak berita Putri gantung diri di rumahnya, di Aceh Timur, yang berjarak 5-6 km dari Kota Langsa. Padahal selama pemeriksaan di Kadis SI Langsa, Putri dalam kondisi baik, sehat dan tidak ada tekanan sama sekali.
Sebelum mati, Putri sempat menulis surat dalam secarik kertas. Dalam suratnya, Putri bersumpah tak pernah menjual dirinya.  "Ayah…, maafin Putri ya yah, Putri udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi Putri berani sumpah kalau Putri gak pernah jual diri sama orang. Malam itu Putri Cuma mau nonton kibot (keyboard-red) di Langsa, terus Putri duduk di lapangan begadang sama kawan-kawan Putri."
Pada alinea berikutnya, dia melanjutkan, "Sekarang Putri gak tau harus gimana lagi, biarlah Putri pigi cari hidup sendiri, Putri gak da gunanya lagi sekarang. Ayah jangan cariin Putri ya..!!, nanti Putri juga pulang jumpai ayah sama Aris. Biarlah Putri belajar hidup mandiri, Putri harap ayah gak akan benci sama Putri, Ayah sayang kan sama putri..???, Putri sedih kali gak bisa jumpa Ayah, maafin Putri ayah… Kakak sayang sama Aris, maafin kakak ya.. (Putri sayang Ayah)."
Dari sinilah kemudian kalangan liberal berang dan menuding Dinas Syariat Islam Langsa yang mengawal pemberlakuan Qanun Syariah dianggap sebagai biang kematian Putri. Hingga kemudian Tempo, mengawali laporan tentang Putri dengan kalimat lead, "Seorang remaja perempuan ditemukan mati tergantung setelah ditangkap polisi syariah di Langsa, Aceh. Sempat membela diri lewat surat." Desastian/dbs
www.voa-islam.com

Kasus Kematian Putri : Upaya Pelemahan Penegakan Syariat Islam di Aceh



Description: http://www.voa-islam.com/images/print-icon.jpg

JAKARTA (VoA-Islam) - Ketua Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional Komnas Perempuan Husein Muhammad dalam diskusi bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang di Sekretariat Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan, di Padang, Kamis (22/11/2012) menyebut perempuan Aceh -- bernama Putri Erlina -- bunuh diri akibat perda diskriminatif. Perempuan muda itu bunuh diri dikarenakan mengalami tekanan psikologis dan tak kuat menahan malu, dikarenakan dicap pelacur, setelah ditangkap Polisi Syariat Islam Aceh yang mendapatinya keluar pada malam hari.
Yang pasti, kematian Putri Erlina dijadikan momentum oleh kalangan Liberal untuk menghantam pelaksanaan syariat Islam di bumi Nanggroe Aceh Darussalam. Mbahnya Jaringan Islam Liberal (JIL) Goenawan Mohammad menulis dalam catatan pinggirnya di majalah Tempo edisi 12-23 September 2012 lalu berjudul "Leda".
Goenawan ingin menunjukkan bahwa Putri telah ditimpa ketidakadilan sebagaimana sosok Leda yang diperkosa Dewa Zeus yang menyamar sebagai angsa misterius."Mengenang Putri, 16 tahun, yang bunuh diri setelah dituduh sebagai pelacur oleh polisi syariah di Langsa, Aceh." Itulah kalimat pertama dari seorang dedengkot Liberal.  
Demi memojokkan syariat Islam, Tempo menghabiskan lima halaman untuk membahas soal Putri. Empat halaman di rubrik hukum dan satu halaman catatan pinggir si Gun. Secarik surat Putri yang konon ditulis sebelum ia mati dimuat satu halaman penuh.
Tempo memanfaatkan sejumlah narasumber Liberal dan dikenal anti syariat dari Kontras, Komnas Anak dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Bahkan ketiga lembaga ini secara khusus pada Kamis (13/9/2012) lalu menggelar jumpa pers di Jakarta menyikapi kematian Putri.
Anggota Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menuding bahwa kematian Putri adalah akibat kebijakan diskriminatif atas nama moralitas dan agama. Andy menyebut kasus ini bukanlah kali pertama, sebelumnya di Kota Tangerang kasus serupa juga menimpa seorang ibu bernama Lilis Lisdawati.
"Meski Aceh merupakan daerah istimewa dengan otoritasnya hukum syariat Islam yang berlaku di sana, tidak semata-mata mengabaikan hukum nasional yang ada. Ini perlu direvisi oleh gubernur dan pemerintahan yang baru di sana, dengan lebih memperhatikan penegakan HAM, khususnya bagi anak dan perempuan," desaknya.
Kontras menilai, Putri bunuh diri karena dua hal. Pertama, penerapan hukum syariat Islam di Aceh dan kedua, pemberitaan media terhadap anak di bawah umur yang berhadapan dengan hukum. "Qanun yang dipakai polisi syariah Aceh bertindak secara berlebihan terhadap Putri. Putri, gadis di bawah umur yang berada di luar rumah hingga larut malam langsung ditangkap dan diceramahi didepan umum, dan dituduh pelacur," ujar Kepala Biro Pemantauan Kontras, Feri Kusuma.
"Kedua, esok harinya keluar berita berjudul 'Dua Pelacur ABG Dibeureukah WH'. Dibeureukah bahasa Aceh yang artinya tidak sekedar ditangkap tetapi merupakan bahasa kasar di Aceh yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah salah. Padahal, Putri tidak terbukti bersalah, yang dapat dibuktikan dengan sumpah yang dituliskan dalam surat yang ditinggalkan Putri sebelum bunuh diri. Juga vonis pelacur yang dilabelkan ke Putri," papar Feri.
LSM lokal di Aceh juga menuding Wilayatul Hisbah (polisi syariat, red) tidak profesional dalam bekerja. "Kita berharap tidak ada Putri lainnya di Aceh. Seharusnya WH punya mekanisme, ada tahapan dan proses pembuktian saat memvonis, saya tidak setuju dengan cara kerja WH selama ini," kata Ketua LSM Flower Aceh Desy Setyawati, seperti dikutip situs berita The Atjeh Pos.
Sementara Koordinator LSM Beujroh, Raihana Diani, meminta agar WH segera dievaluasi. Sebab menurut Raihana pelaksanaan syariat Islam di Aceh harusnya bermuara pada perubahan masyarakat menjadi lebih baik. "Kenapa ini bisa berujung bunuh diri ya? Wajib dievaluasi lembaga Satpol PP dan WH," katanya.
Supaya tak menimbulkan persoalan berlarut-larut dan fitnah berkepanjangan, Ketua KPAID Aceh, Tgk Anwar Yusuf Ajad mendesak agar misteri kematian Putri segera diungkap.
"Misteri kematian PE harus terjawab tuntas, dan kami berharap tidak ada lagi pihak yang sengaja menghembuskan isu agar terjadi benturan antara penegakan syariat Islam dengan isu perlindungan anak," kata Tgk Anwar Yusuf Ajad, seperti dikutip Serambi Indonesia.

Anwar Yusuf membahkan, pihaknya juga berharap agar semua pihak tidak menambah polemik yang berkepenjangan terhadap kasus ini. "Janganlah karena kepentingan kelompok, lalu menyudutkan salah satu pihak. Kita harus melihat secara objektif, sehingga penyelesaian masalah ini tidak bergeser ke upaya pelemahan peran Syariat Islam di Aceh," kata Anwar.
"Sangat tidak relevan ketika ada pihak yang menghubung-hubungkan kematian Putri Erlina karena ditangkap WH. Sudah banyak orang yang ditangkap WH dan bahkan dicambuk di depan khalayak ramai, tapi tidak ada yang sampai bunuh diri. Jadi kasus ini harus diusut tuntas, agar tidak timbul fitnah," tandas Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Tgk Faisal Ali.
Pelemahan Syariat Islam
Dorongan agar kematian Putri diselidiki muncul dari LSM  Gerakan Masyarakat Transparansi (GeMPAR).  Menurut Ketua LSM GeMPAR Aceh, Auzir Fahlevi, kejanggalan-kejanggalan dalam kematian Putri bisa menjadi celah hukum bagi polisi untuk melakukan upaya penyelidikan.
GeMPAR menyayangkan di saat pihak keluarga memberikan izin agar jenazah Putri diautopsi, ternyata polisi tidak secepatnya melakukan autopsi. "Yang lebih aneh lagi, tiba-tiba saja terjadi perubahan sikap keluarga yang tidak mengizinkan lagi dilakukan autopsi, padahal sebelumnya sangat berharap dilakukan autopsi karena berbagai temuan kejanggalan," tandasnya.
Ketua MUI Pusat KH A Cholil Ridwan turut menolak upaya-upaya musuh Islam yang dilakukan untuk mendiskreditkan penerapan syariat Islam di bumi NAD. "Syariat Islam secara konstitusi sah berlaku di Aceh. Segala upaya merongrong penerapannya pasti akan berhadapan dengan umat Islam,"
Mantan anggota Komnas HAM Syafruddin Ngulma Simeulue mengungkapkan bahwa upaya pelaksanaan syariat Islam memang sering disorot dan diputarbalikkan oleh orang-orang yang memusuhinya. "Banyak fitnah yang dibuat seolah-olah syariat Islam melanggar HAM, membuat malapetaka. Ini memang senandungnya orang kafir," katanya.
Kasus matinya Putri, kata Syafruddin, oleh kalangan liberal memang disikapi secara berlebihan dan digunakan untuk menghantam syariat Islam. "Itu mengada-ada. Banyak orang mati yang aneh-aneh tapi tak dipersoakan. Mestinya itu diselidiki saja. Ada aturan hukum nasional, diinvestigasi saja. Tak ada syariat Islam membawa petaka," tandasnya.
Majelis Pemusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menyerukan Dinas Syariat Islam tak gentar menghadapi berbagai upaya yang mengarah pada pelemahan penegakan syariat Islam di Aceh. "Ulama berada di belakang Dinas Syariat Islam, tak terkecuali ketika menghadapi upaya hukum oleh pihak-pihak tertentu, seperti yang kini ditujukan kepada Drs H Ibrahim Latif MM (Kadis Syariat Islam Kota Langsa). Setiap usaha pelemahan syariat Islam harus dilawan bersama-sama,"Desastian/dbs
www.voa-islam.com

Kamis, 22 November 2012

Hukum Berdoa Sambil Angkat Tangan Sesudah Zikir Shalat



Hukum Berdoa Sambil Angkat Tangan Sesudah Zikir Shalat
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Pada dasarnya, mengangkat tangan dalam doa adalah sunnah. Banyak riwayat yang menunjukkannya, bahkan sampai pada derajat mutawatir. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjadikannya sebagai salah satu sebab dikabulkannya doa.
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah Maha baik, tidak menerima kecuali yang baik-baik." Kemudian beliau menyebutkan tentang seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh sampai kusut tampangnya dan penuh debu, ia mengangkat tangannya ke langit sambil berseru, "Ya Rabbi, Ya Rabb." Sementara makanannya, minumannya, dan pakaiannya adalah haram. Iapun dikeyangkan dari sesuatu yang haram. Maka bagaimana akan dikabulkan doanya.
Dan dalam hadits Salman, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallambersabda, "Sesungguhnya Allah Maha Pemalu lagi Mulia, malu apabila hambanya mengangkat kedua tangannya kepadanya lalu mengembalikannya dalam keadaan kosong." (HR. Ahmad dan selainnya)
Tetapi jika ada riwayat yang menyebutkan tidak mengangkat tangan dalam kondisi tertentu –baik secara eksplisit (seperti pada khutbah Jum'at dan istisqa) atau implisit (seperti doa istiftah, doa sebelum salam dan sesudah salam)- maka yang sunnah tidak mengangkat kedua tangan dalam kondisi tersebut. Bahkan, bisa termasuk bagian dari mengada-ada hal baru dalam urusan ibadah. Karena asal dari ibadah adalah tauqifi, yakni tidak diketahui kecuali dengan adanya dalil.
Lalu bagaimana dengan doa sesudah zikir ba'da Shalat fardhu? Dalam hal ini ada dua pendapat: Pertama, Tidak boleh. Karena tidak ada dalil shahih dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang mencontohkannya . Yang ada, beliau berdoa sambil mengangkat tangan antara adzan dan iqamah. Sedangkan sesudah zikir ba'da Shalat beliau tidak mengangkat tangan dalam rangka berdoa.
Kedua, Sebagian ulama yang lain membolehkan berdoa dengan mengangkat tangan sesudah zikir ba'da shalat. Alasannya, berdoa saat itu termasuk ibadah mustaqilah (berdiri sendiri) yang tidak memiliki kaitan dengan zikir ba'da shalat. Waktu tersebut adalah waktu bebas untuk melakukan aktifitas seperti berbaring, mengobrol, dan aktifitas lainnya. termasuk di dalamnya berdoa. Bahkan berdoa termasuk ibadah yang pokok. Maka siapa yang ingat akan hajatnya sesudah zikir ba'da shalat lalu ia mengangkat kedua tangannya dalam rangka berdoa itu bukan termasuk bid'ah. Syaratnya, tidak dikaitkan dengan zikir ba'da shalat dan dikerjakan secara terus-menerus atau dirutinkan.
. . . saat seseorang shalat maka ia sedang bermunajat kepada Rabb-nya. Karenanya hendaknya ia berdoa di dalam shalatnya dan bukan sesudahnya. . .
Namun bagi siapa hendak berdoa, maka yang lebih afdhal ia berdoa sebelum salam. Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda –sesudah menjelaskan bacaan tasyahhud-,
ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنْ الدُّعَاءِ أَعْجَبَهُ إِلَيْهِ فَيَدْعُو
"Kemudian ia memilih doa yang ia suka dan berdoa dengannya." (HR. Al-Bukhari)
Alasan lainnya, saat seseorang shalat maka ia sedang bermunajat kepada Rabb-nya. Karenanya hendaknya ia berdoa di dalam shalatnya dan bukan sesudahnya. Walaupun tidak berdosa jika ia berdoa sesudah salam. Tapi perlu dicatat bahwa hal itu tidak boleh dijadikan sebagai amalan sunnah yang rutin sehingga dianggap sebagai paket ibadah shalat atau penyempurna ibadah shalat. Sebabnya, shalat adalah ibadah khusus yang memiliki ketentuan dari jenis, bentuk, , kadar, waktu, tempat, sebab, dan tata caranya dari pembuat syariat. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]

Rabu, 21 November 2012

Fatwa Mufti Saudi Bagi Penguasa Yang Tidak Berhukum Dengan Hukum Allah



Fatwa Syaikh Muhammad Ibrahim Alu Syaikh tentang Penguasa Yang Berhukum dengan Selain Syari’ah Allah
Penerjemah: Ustadz Fuad Al Hazimi
Berikut adalah Fatwa Al 'Allamah Muhammad Bin Ibrahim Alu Syaikh (Mufti Saudi sebelum Syaikh Bin Baz). Beliau membagi beberapa kelompok orang-orang yang berhukum dengan hukum selain syari’ah Allah, semuanya kafir murtad.
Pertama.
أن يجحد الحاكمُ بغير ما أنزل الله تعالى أحقيَّةَ حُكمِ الله تعالى وحكم رسوله
Barangsiapa yang berhukum dengan hukum selain syari’ah Allah dan ia juhud (menentang) akan kewajiban menerapkan syari’ah itu maka ia telah kafir murtad.
Kedua.
أن لا يجحد الحاكم بغير ما أنزل الله تعالى كونَ حكم الله ورسوله حقاً، لكن اعتقد أن حكمَ غير الرسول أحسنُ من حكمه وأتم وأشمل
Barangsiapa yang berhukum dengan hukum selain syari’ah Allah dan ia tidak juhud (tidak menentang) akan kewajiban menerapkan syari’ah itu, tetapi ia berkeyakinan bahwa hukum buatan manusia lebih baik, lebih tepat, relevan dan lebih sempurna dibanding syari’ah allah, maka ia kafir murtad.
Ketiga.
أن لا يعتقد كونَه أحسنَ من حكم الله تعالى ورسوله لكن اعتقد أنه مثله
Jika ia tidak berkeyakinan bahwa hukum selain Syari’ah Allah lebih baik tetapi menyatakan bahwa hukum buatan manusia sama baiknya dengan syari’ah allah, maka ia kafir murtad.
Keempat.
أن لا يعتقد كونَ حُكمِ الحاكم بغير ما أنزل الله تعالى مماثلاً لحكم الله تعالى ورسوله لكن اعتقد جواز الحُكم بما يُخالف حُكمَ الله تعالى ورسوله
Ia tidak berkeyakinan bahwa hukum selain Syari’ah Allah sama atau lebih baik dibanding hukum buatan manusia,tetapi ia berkeyakinan bahwa dibolehkan menerapkan undang-undang selain syari’ah allah, maka ia kafir murtad.
Kelima.
وهو أعظمها وأشملها وأظهرها معاندة للشرع، ومكابرة لأحكامه، ومشاقة لله تعالى ولرسوله  ومضاهاة بالمحاكم الشرعية، إعداداً وإمداداً وإرصاداً وتأصيلاً وتفريعاً وتشكيلاً وتنويعاً وحكماً وإلزاماً… فهذه المحاكم في كثير من أمصار الإسلام مهيّأة مكملة، مفتوحةُ الأبواب، والناسُ إليها أسرابٌ إثر أسراب، يحكم حكّامها بينهم بما يخالف حُكم السنة والكتاب، من أحكام ذلك القانون، وتلزمهم به وتقرّهم عليه، وتُحتِّمُهُ عليهم، فأيُّ كُفرٍ فوق هذا الكفر، وأي مناقضة للشهادة بأن محمداً رسولُ الله بعد هذه المناقضة…. فيجب على العقلاء أن يربأوا بنفوسهم عنه لما فيه من الاستعباد لهم، والتحكم فيهم بالأهواء والأغراض، والأغلاط، والأخطاء، فضلاً عن كونه كفراً بنص قوله تعالى: ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون
Ini adalah yang paling jelas-jelas kekafirannya, paling nyata penentangannya terhadap Syari’ah Allah, paling besar kesombongannya terhadap hukum Allah dan paling keras penentangan dan penolakannya terhadap lembaga-lembaga (mahkamah) hukum Syari’ah.
Semua itu dilakukan dengan terecana, sistematis  didukung dana yang besar, diterapkan dengan pengawasan penuh, dengan penanaman dan indoktrinasi kepada rakyatnya, yang pada akhirnya akan membuat umat Islam terpecah belah dan terkotak-kotak, lalu menanamkan keragu-raguan dalam diri terhadap Syari’ah Allah dan mereka juga mewajibkan umat Islam untuk mematuhi hukum buatan mereka itu serta menerapkan sanksi hukum bagi yang melanggarnya.
Berbagai bentuk lembaga hukum dan perundang-undangan ini dalam kurun waktu yang amat panjang telah dipersiapkan melalui perencanaan yang matang dan dengan pintu terbuka siap menangani berbagai masalah hukum umat Islam.
Umat Islam pun berbondong-bondong mendatangi lembaga-lembaga ini, sedangkan para penegak hukumnya menetapkan hukum terhadap permasalahan mereka itu dengan keputusan-keputusan yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah Rasul Shollallohu ‘alaihi wasallam dengan merujuk kepada hukum-hukum yang berasal dari aturan dan undang-undang yang mereka buat itu seraya mewajibkan rakyatnya untuk melaksanakan hukum-hukum itu, mematuhi keputusan mereka itu dan tidak memberi celah sedikit pun untuk memilih hukum selain undang-undang mereka itu.
Kekafiran mana lagi yang lebih besar dibandingkan kekufuran ini, penentangan terhadap persaksian “wa asyhadu anna muhammadan rasuulullah” mana lagi yang lebih besar yang  dibandingkan penentangan ini ?
Sehingga bagi mereka yang menggunakan akalnya semestinya mereka menolak aturan hukum itu dengan penuh kesadaran dan ketundukan hati mengingat  di dalam Undang-undang itu terdapat penghambaan kepada para penguasa pembuat undang-undang itu, serta hanya memperturutkan hawa nafsu, kepentingan duniawi dan kerancuan-kerancuan berpikir dan bertindak. Penolakan ini harus mereka lakukan atau mereka jatuh pada kekufuransebagaimana disebutkan dalam firman Allah (artinya)
Barangsiapa yang tidak menetapkan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (QS Al Maidah 44)
Keenam.
ما يحكم به كثيرٌ من رؤساء العشائر والقبائل من البوادي ونحوهم، من حكايات آبائهم وأجدادهم وعاداتهم التي يسمونها “سلومهم” يتوارثون ذلك منهم، ويحكمون به ويحضون على التحاكم إليه عند النزاع، بقاءً على أحكام الجاهلية، وإعراضاً ورغبةً عن حكم الله تعالى ورسوله فلا حول ولا قوة إلاّ بالله تعالى
Aturan hukum yang biasa diterapkan oleh sebagian besar kepala suku  dan kabilah pada masyakat dan suku-suku pedalaman atau yang semisal dengan itu. Yang berupa hukum peninggalan nenek moyang mereka dan adat istiadat yang diterapkan secara turun temurun, yang dalam istilah Arab biasa disebut: “Tanyakan kepada nenek moyang”.
Mereka mewariskan hukum adat ini kepada anak cucu mereka sekaligus mewajibkan mereka untuk mematuhi hukum adat itu serta menjadikannya sebagai rjukan dan pedoman saat terjadi perselisihan di antara mereka. Ini semua mereka lakukan sebagai upaya melestarikan adat istiadan dan aturan aturan jahiliyyah dengan disertai ketidaksukaan dan keengganan untuk menerima hukum Allah dan Rasul-Nya Shollallohu ‘alaihi wasallam. Maka sungguh tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali hanya dengan bersandar kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. 
(Tahkiem Al Qawaaniin karangan Al Allamah Muhammad Bin Ibrahim Alu Syaikh hal 14 – 20 Terbitan Daar Al Muslim)

Ujian, Rintangan Dan Tantangan Da'wah




(Arrahmah.com) - Sudah menjadi sunnatullah bahwa dalam kehidupan setiap hamba teriring dengan ujian dan bebanan hidup yang silih-berganti. Hal ini Allah Ta'ala jamin keberlangsungannya dalam firman-Nya,
Artinya, "Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. al-Baqarah, 2:155)
Serupa pula dengan firman-Nya,
Artinya, "Dan sungguh, Kami akan benar-benar menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar diantara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu." (QS. Muhammad, 47:31)
Demikian juga halnya terhadap dakwah yang haq yaitu dakwah yang didasari oleh petunjuk Yang maha pembuat syari'at dengan bertujuan mentauhidkan-Nya dan mengenyahkan segala bentuk kesyirikan. Maka bentuk dakwah ini senantiasa tidak akan terlepas daripada ujian, rintangan, dan ancaman, baik secara mental maupun fisik. Laksana kata, dakwah yang haq tanpa dibarengi ujian dan rintangan, seperti sebuah hal yang patut dipertanyakan—dakwah seperti apakah itu? Oleh karena beratnya beban yang harus diterima, maka sedikitlah yang mampu melaksanakan dakwah haq ini karena takut akan konsekuensinya. Sebaliknya, mereka yang mampu dan tetap istiqomah menopang ujian dan rintangan demi tersebarnya syari'at Allah di muka bumi ini, mereka akan tegar dan berjiwa besar.
Berikut beberapa ujian dan rintangan para du'at (penyampai dakwah) dalam mendakwahkan yang haq:
1. Dibenci dan dimusuhi
Mendakwahkan yang haq merupakan kewajiban bagi setiap pribadi muslim dari Rabb-nya, terutama kepada yang memiliki kemampuan dakwah semisal para du'at. Namun tugas ini sungguhlah berat karena akan mendapat perlawanan dari hizbutthaghut yang tidak akan tinggal diam jika kebenaran yang hakiki ditebarkan di muka bumi. Perlawanan ini telah ada sejak zaman para nabi dahulu dan berkekalan hingga akhir zaman. Akan hal ini, Allah Ta'ala berfirman,
Artinya, "Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa." (QS. al-Furqon, 25:31)
Lalu firman-Nya,
Artinya, "Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin." (QS. al-An'am, 6:112)
Dan juga firman-Nya,
Artinya, "Dan demikianlah Kami adakan bagi tiap-tiap negeri, penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu-daya dalam negeri itu." (QS. al-An'am, 6:123)
Melalui tiga ayat ini, Allah Ta'ala telah menggariskan sebentuk ujian keimanan bagi para hamba pilihan-Nya melalui adanya sekelompok penentang kebenaran dan para penyeru kekafiran yang tak hentinya membuat makar.
Dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah saw bersabda,
الْمُؤْمِنُ بَيْنَ خَمْسِ شَدَائِدَ: مَؤْمِنٌ يَحْسُدُهُ, وَ مُنَافِقٌ يُبْغِضُهُ, وَ كَافِرٌ يُقَاتِلُهُ, وَ نَفْسٌ يُنَازِعُهُ, وَ شَيْطَانٌ يُضِلِّهُ.
Artinya, "Orang mu'min senantiasa berhadapan dengan lima ujian yang menyusahkan, yaitu:
·         oleh mu'min yang mendengkinya,
·         oleh munafik yang selalu membencinya,
·         oleh kafir yang selalu memeranginya,
·         oleh nafsu yang selalu bertarung untuk mengalahkannya, dan
·         oleh setan yang selalu menyesatkannya." (Al-Firdaus bi Ma'tsur al-Khithob, 4/181)
2. Didustakan
Allah Ta'ala berfirman,
Artinya, "Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorang pun yang dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebagian dari berita rasul-rasul itu." (QS al-An'am, 6:34)
Dalam Tafsir Imam Ibnu Katsir dijelaskan bahwa ayat tersebut merupakan penghiburan dan ta'ziyah bagi nabi saw lantaran didustakan oleh kaumnya. Ayat ini juga merupakan perintah bagi beliau saw agar bersabar seperti sabarnya para ulul 'azmi dan merupakan janji dari Allah yaitu akan diberi pertolongan dan kemenangan seusai didustakan dan disakiti, sebagaimana firman-Nya di surat al-Mujadalah ayat ke-21, "…Aku dan rasul-Ku pasti menang."
3. Dianggap pembual dan pendongeng
Para ulama robbani seperti juga yang dialami oleh Rasulullah dan para nabi terdahulu, pun mendapat perlakuan yang sangat tidak menyenangkan dari umat yang akidahnya masih dan telah terkontaminasi kesesatan. Mereka menganggap dalil dan hujjah yang disampaikan para du'at merupakan hasil angan-angan dan rekayasa semata. Al-Qur'an dan hadits diremehkan sebagai sesuatu yang dibuat-buat dan dianggap cipta-karya makhluk semata, serta dituduh sebagai alat pemenuh-kepentingan dunia semata. Berikut ayat yang berisi tuduhan-tuduhan keji mereka,
Artinya, "Dan orang-orang kafir berkata, "Al-Qur'an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad dan dia dibantu oleh kaum yang lain." Sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar. Dan mereka berkata, "(Itu hanya) dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang." (QS. al-Furqon, 25:4-5)
4. Diejek dan dipermainkan
Zaman memang telah berubah, namun intrik-intrik setan takkan lekang dimakan roda zaman. Keberadaan ulama robbani yang merupakan pewaris para nabi dan sejatinya dimuliakan lagi diikuti, pun kini tak jauh berbeda dengan nasib para ulama di masa lalu. Seruan mereka mengajak umat kepada kebenaran yang hakiki, dianggap lelucon yang pantas ditertawakan. Ancaman mereka yang bersumber al-Qur'an dan as-Sunnah bagi yang menolak dan berpaling untuk mengikuti syari'at, disikapi dingin seolah ancaman itu hanya 'gertak sambal' semata.
Hujjah orang-orang penolak kebenaran di masa ini hanya terpaut kepada dua hal saja, yaitu setia mengikuti agama nenek-moyang dengan mengatakan ( حَسْبُنَا مَا وَ جَدْنَا عَلَيْهِ أَبَاءَنَا ) "cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek-moyang kami mengerjakannya…" (QS. al-Ma'idah, 5:104) dan berpendapat bahwa al-Qur'an dan as-Sunnah sudah tak sejalan lagi dengan perkembangan zaman. Pribadi-pribadi berwatak seperti ini akan selalu eksis dan menjadi batu ujian bagi para du'at. Allah Ta'ala menyebutkan karakter seperti ini dalam firman-Nya,
Artinya, "Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang dahulu menertawakan orang-orang yang beriman." (QS. al-Mutaffifin, 83:29)
Dan firman-Nya,
Artinya, "Alangkah besarnya penyesalan terhadap para hamba itu, tiada datang seorang rasulpun kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya." (QS. Yasin, 36:30)
Selain itu, mereka para penolak kebenaran–tak sungkan-sungkan melabeli para warosatul anbiya ini dengan gelaran wong gendheng alias orang yang gila. Bahkan kejahilan tersebut mereka sampaikan langsung ke diri Rasulullah saw, seperti pada firman-Nya,
Artinya, "Mereka berkata, "Hai orang yang diturunkan al-Qur'an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila." (QS. al-Hijr, 15:6)
Perhatikan juga perkataan mereka di ayat berikut,
Artinya, "Demikianlah tidak seorang Rasulpun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan, "Dia adalah seorang tukang sihir atau seorang gila. Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu? Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas." (QS. adz-Zariyat, 51:52-53)
Namun demikian, hamba-hamba-Nya yang terpilih akan terus gencar menyampaikan risalah kenabian meski mental mereka senantiasa dilemahkan pihak-pihak yang memusuhinya.
5. Didebat dengan kebatilan
Bentuk rintangan berikutnya adalah penolakan melalui berbagai hujjah yang mengandung kebatilan. Para munafiqin ini, terutama yang memiliki kekuasaan—cekatan memilih dan 'menggunakan' para ulama yang masih mempunyai kecenderungan kepada keduniaan untuk menyebarkan opini-opini sesat mereka kepada umat.
Para ulama penyesat umat ini bahkan tak segan-segan mengeluarkan fatwa demi legitimasi syar'i sehingga pemberlakuan undang-undang positif yang berseberangan dengan syari'at Islam menjadi legal. Alhasil, para masyayikh moderat ini mempresentasikan dien Islam secara serampangan tanpa dalil yang syar'i. Perkara ini persis seperti yang telah Allah Ta'ala kemukakan dalam firman-Nya,
Artinya, "Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan." (QS. al-Kahfi, 18:56)
Ad-Darimi meriwayatkan, Ziad bin Hudair berkata, "Umar bin Khattab pernah berkata kepadaku, "Tahukah engkau apa yang akan merusak Islam?" Aku menjawab, "Tidak tahu." Lalu beliau berkata, "Yang akan merusaknya adalah kekeliruan seorang ulama, perdebatan kaum munafik terhadap al-Qur'an, dan berkuasanya para pemimpin yang menyesatkan."
6. Dituduh menipu-daya
Sifat bawaan setan dan para pengikutnya diantaranya adalah pandai menipu-daya. Sifat ini merupakan senjata andalan sejak iblis menipu Adam dan istrinya di surga dahulu. Keadaan ini juga mereka putar-balikkan sehingga para ulama robbani justru yang dituduh telah memperdaya umat dengan penyampaian materi-materi dakwahnya yang dianggap tak sejalan dengan kepentingan kaum sesat tersebut.
Dari golongan manusia yang disebutkan al-Qur'an, ada Fir'aun yang menganggap nabi Musa as telah menipu kaumnya, lalu Fir'aun berhujjah bahwa petunjuknya lah yang benar.
Artinya, "(Musa berkata), "Hai kaumku, untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita!" Fir'aun berkata, "Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar." (QS. al-Mu'min, 40:29)
Begitu juga makar yang ditujukan para tukang sihir Fir'aun terhadap nabi Musa as dan Harun as dengan menuduh keduanya telah melakukan tipu-daya sihir kepada Fir'aun guna merebut kekuasaan.
Artinya, "Mereka berkata, "Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama." (QS. Thaha, 20:63)
Kedekatan para ulama 'bayaran' terhadap penguasa thaghut di masa ini sudah bukan rahasia umum lagi, maka disanalah loyalitas sosok ulama robbani berperan yaitu gigih memperjuangkan dakwah di jalan yang telah digariskan-Nya dan tegar dalam menghadapi segala perkara yang menyeleweng dari shirathal mustaqim.
7. Dilarang berdakwah
Alangkah besarnya musibah tatkala seorang du'at melaksanakan dakwahnya dengan didasari pendiktean dari pihak penguasa. Ia menjadi tawanan bagi setiap keinginan sang penguasa dan senantiasa berupaya untuk tidak menyelisihi keinginan mereka. Syari'at yang dianggap aneh oleh khalayak awam dan dirasa tak kompeten lagi terhadap perubahan zaman, mereka substitusi dengan fatwa hasil 'ijtihad' hawa-nafsu mereka.
Keadaan ini tentu saja amat bertolak-belakang dengan fungsi para du'at sesungguhnya yaitu sebagai penyampai dalil syari'at yang haq. Oleh sebab itu, para ulama Robbani yang bernaung dibawah panji-panji syari'at dipersempit ruang geraknya dalam berdakwah, bahkan penguasa dan pihak yang bersangkutan dengannya, tak malu lagi untuk 'mengisolasi' geliat dakwah para du'at lurus ini.
Perhatikan berita yang berkaitan dengan perkara ini; beberapa waktu lalu ketua BNPT Anshad Mbaai sempat mengusulkan kepada pemerintah untuk dikeluarkannya sertifikasi ulama di Indonesia. Ide nyeleneh tersebut diluncurkan tak lain untuk menjegal para ulama yang dianggap radikal dan anti bekerja-sama dengan penguasa demi kelanggengan otoriternya.
Rintangan ini bak sebuah pelengkap bagi aksi penjegalan yang sudah lebih dulu 'disosialisasikan' di masa sebelumnya yaitu melarang para ulama 'tertuduh' tersebut untuk menyampaikan dakwahnya di masjid-masjid, di mimbar-mimbar Jumat, atau di media-media massa. Risalah ini serupa dengan yang terjadi di masa Rasulullah saw,
Artinya, "Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar), "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada disisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)." Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami." (QS. al-Munafiqun, 63:7)
8. Dituduh sesat
Rintangan lainnya yang lazim dihadapi para du'at adalah dengan mengalami tuduhan menyebarkan pemahaman sesat. Hal ini merupakan 'lagu lama' yang diputar-balikkan umat yang masih awam namun tak berusaha keluar dari kejahiliaannya kepada para du'at tersebut. Terlebih para du'at yang menjalani medan dakwah dengan menyambangi umat ke pelosok-pelosok wilayah yang hampir tak terjamah pemerataan pembangunan pemerintah.
Sulitnya menjangkau keberadaan mereka, ditambah 'proyek' pemerintah yang telah menjadikan mereka sebagai 'cagar alam' yang harus dijaga kelestarian budayanya, adat-istiadatnya, beserta 'keunikan' cara beragamanya. Tak ayal lagi menambah rentang jarak yang harus dilalui para du'at untuk melakukan dakwahnya. Namun tak hanya umat yang tersebar di pelosok, keadaan umat di perkotaan pun tak beda mirisnya. Mereka terkontaminasi kebudayaan luar yang tak kalah bahayanya.
Akibatnya, mereka menolak dalil haq dengan HAM, mencurigai para ulama bak perintang kebebasan berekspresi mereka, dan menuduh petunjuk dinullah sebagai sebuah kesesatan.
Dalam sejarah, kaum Syu'aib pun melaungkan kebenaran sebagai suatu kesesatan yang pantas dijauhi.
Artinya, "Pemuka-pemuka kaum Syu'aib yang kafir berkata (kepada sesamanya), "Sesungguhnya jika kamu mengikuti Syu'aib, tentu kamu jika berbuat demikian (menjadi) orang-orang yang merugi." (QS. al-A'raf, 7:90)
Demikian juga yang dilakukan Fir'aun laknatullah kepada rasul-Nya, Musa as.
Artinya, "Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya), "Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi." (QS. al-Mu'min, 40:26)
9. Dituduh memecah-belah umat
Ujian berupa tuduhan sebagai pemecah-belah umat juga 'lazim' diterima para ulama robbani. Mereka yang mengusung dakwah yang bersumber dalil al-Qur'an dan as-Sunnah harus menerima resiko berupa penolakan umat yang awam dan kaum munafik. Isi dakwahan yang banyak meluruskan kesalahan umat disalah-artikan umat sebagai upaya dalam menghapus bentuk peribadahan yang sudah terbiasa dilaksanakan oleh orang-orang terdahulu mereka.
Keawaman yang ingin diubah para du'at menjadi kefaqihan, malah dipertahankan demi menjaga warisan nenek-moyang dalam beragama. Dalam firman-Nya, Allah menceritakan hal serupa yang dilakukan oleh Fir'aun berikut dengan cara antisipasi kejinya,
Artinya, "Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir'aun (kepada Fir'aun), "Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?" Fir'aun menjawab:, "Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup anak-anak perempuan mereka; dan sesungguhnya kita berkuasa penuh diatas mereka." (QS. al-A'raf, 7:127)
10. Dituduh "teroris"
Allah Ta'ala berfirman tentang prilaku para musuhnya dalam memerangi Islam dan para utusan-Nya,
Artinya, "Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya), "Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi." (QS. al-Mu'min, 40:26)
Terpatri pada diri setiap ulama rabbani dan juga pada diri setiap penuntut ilmu untuk tercapainya tujuan dakwah yang beroleh ridha Illahi. Telah berkata Aisyah ra tentang sabda Rasulullah,
مَنِ الْتَمَسَ رِضَى اللهِ بِسُخْطِ النَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَ أَرْضَى عَنْهُ النَّاسِ وَ مَنِ الْتَمَسَ رِضَى النَّاسِ بِسُخْطِ اللهِ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ وَ أَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ.
Artinya, "Barangsiapa yang mencari ridha Allah dengan kemurkaan manusia, maka Allah akan ridha kepadanya dan akan membuat manusia ridha kepadanya. Sedangkan orang yang mencari ridha manusia dengan kemurkaan Allah, maka Allah akan murka kepadanya dan akan membuat manusia murka kepadanya." (HR. Ibnu Hibban, Mawaridh adh-Dham'an; 1542)
Tercatat dalam shirah para nabi dan para sholafush sholih terdahulu adalah didapati bahwa barisan terbesar para penentang agama Allah Ta'ala adalah para pembesar kerajaan dan para ahli yang mengelilinginya. Di zaman ini, pemerintah dan para petinggi negaralah yang mewarisi sifatnya.
Karena dengan kekuasaan, mereka leluasa memilah 'oknum' yang dianggap sejalan dengan kepentingannya dan dengan tampuk kepemimpinan berada di tangan, maka mereka mampu memaksakan kehendak dalam roda pemerintahannya. Perkara ini menjadi suatu momok yang menakutkan para pendakwah. Itu sebabnya tak semua du'at berani mengambil resiko ini. Hanya mereka yang gigih mengikuti bentuk perjuangan dakwah para nabi yang mampu mengatasinya. Terdapat suatu hadits berkenaan dengan ini,
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ.
Artinya, "Jihad yang paling utama adalah mengucapkan kalimat yang benar dihadapan penguasa yang sewenang-wenang." (HR. Abu Daud dan At Trmidzi)
Sayyid Quthb dalam kitab Ma'alimun fith-Thoriq mengatakan "Sesungguhnya kemenangan dalam bentuk yang tertinggi ialah kemenangan rohani atas materi, kemenangan akidah atas segala rasa sakit, kemenangan atas semua bentuk ujian, siksaan, dan godaan. Sebuah kemenangan yang akan memuliakan setiap manusia, inilah kemenangan yang hakiki."
Perlakuan kaum kafir dan munafik saat ini terhadap para ulama robbani dan para mujahid fi sabilillah sudah berada pada tingkat yang mengundang laknat Allah Ta'ala. Para pembuat makar yang juga menjadi antek-antek kafir asing itu kian membabi-buta berusaha membabat habis para penegak agama Allah. Sejuta aksi dan fitnah mereka layangkan demi menutup lisan para du'at. Diantaranya dengan tuduhan keji sebagai pelaku teror, sebagai pengikut aliran ekstrim, atau sebagai penganut Islam radikal. Semua julukan itu dilimpahkan agar para du'at menjadi gentar untuk meneruskan dakwah haqnya dan agar umat berpaling serta mengasingkannya.
11. Disiksa agar kembali kafir
Penyiksaan adalah salah-satu ujian yang biasa dialami para ulama robbani dalam mengusung dakwah yang haq. Ujian ini begitu berat bahkan sampai terkadang harus mengalami terpisahnya ruh dari badan. Makar yang kejam ini dilakukan oleh jiwa-jiwa yang sudah meleburkan-dirinya bersama setan laknatullah sehingga hati-nurani dan kefitrahan yang dianugerahkan kepadanya menjadi terkontaminasi dan mati. Allah azza wa jalla menjelaskan,
Artinya, "Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti(mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir." (QS. al-Mumtahanah, 60:2)
Begitu juga firman-Nya,
Artinya, "Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah.." (QS. an-Nisa', 4:89).
Para nabi dan para sholafush sholih banyak mengalami rintangan seperti ini. Mereka ada yang dibakar, ada yang dikuliti hingga terlihat daging dan tulangnya, ada yang ditindih dengan batu besar di padang pasir nan terik, ada yang dibui tanpa diberi makan, dan beragam siksaan lainnya. Namun iman mereka kepada Rabbul 'alamin tetap terpelihara dalam jiwa-jiwa yang tenang dan yakin akan janji-Nya. Ketakutan manusiawi yang dirasakan dalam menghadapi siksaan dari makhluk, tak ada bandingannya dengan ketakutannya terhadap Allah Ta'ala apabila berlaku khianat dalam dakwah kepada umat. Seperti yang Allah Ta'ala firmankan,
Artinya, "Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama." (QS. Fathir, 35:28)
Dalam ayat ini Allah Ta'ala menegaskan bahwa para ulama adalah orang yang memiliki rasa takut kepada-Nya dengan sepenuh makna. Meski rasa takut kepada Allah azza wa jalla juga dimiliki oleh kaum mukminin secara umum, namun rasa takut yang sempurna hanya dimiliki oleh para nabi, rasul, dan para ulama robbani.
12. Difitnah agar meninggalkan dakwah yang haq
Ulama, hakikinya adalah mereka yang mewarisi sifat para nabi dalam berdakwah, beramar-ma'ruf, dan bernahi-munkar. Mereka berjihad di jalan Allah dan mampu menerima segala resiko yang mengancam demi tercapainya tujuan dakwah. Di tengah usaha dakwah mereka, mungkin akan mengalami tekanan berupa infiltrasi atau campur-tangan kaum munafik yang menginginkan arah dakwah tak terlalu 'keras' menghantam berbagai kepentingan dunia penguasa dan kroni-kroninya.
Mereka (kaum munafik) akan berupaya 'merangkul' dan menghibahkan bermacam kesenangan dunia agar semangat dakwah para ulama robbani menjadi kendor dan ketaklukan terhadap penguasa bisa terjadi. Dalam satu firman, Allah Ta'ala berkata,
Artinya, "Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu). Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina." (QS. al-Qolam, 68:9-10)
Dalam tafsir Ibnu Katsir, dikatakan bahwa Ibnu Abbas ra menjelaskan ayat diatas bahwa jikalau seorang mu'min memberikan suatu keringanan (dalam masalah syari'at) kepada orang munafik, maka orang munafik itu akan memberikan keringanan pula kepadanya. Sebaliknya, jika seorang mu'min menegakkan suatu perkara diatas syari'at, maka kaum munafik pun akan menegakkan makarnya menentang dalil tersebut.
13. Diancam, ditangkap, dipenjarakan, disiksa, atau dibunuh
Berikut beberapa ayat yang bisa dijadikan contoh beberapa makar hizbussyaiton terhadap para utusan Allah,
Allah SWT berfirman:
Artinya, "Orang-orang kafir berkata kepada rasul-rasul mereka, "Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami." Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka, "Kami pasti akan membinasakan orang- orang yang zalim itu." (QS. Ibrahim, 14:13)
Artinya, "Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya." (QS. al-Kahfi, 18:20)
Artinya, "Mereka menjawab,"Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami." (QS. Yasin, 36:18)
Artinya, "Mereka berkata, "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak." (QS. al-Anbiya, 21:68)
Artinya, "Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu-daya dan Allah menggagalkan tipu-daya itu dan Allah sebaik-baik pembalas tipu-daya." (QS. al-Anfal, 8:30)
Ditangkap, diusir, dilempari batu, dirajam, dibakar, hingga dibunuh—itulah beberapa siksaan fisik yang lazim menyertai para pendakwah di jalan Allah. Kerasnya siksaan dan pedihnya penderitaan yang dialami tak jua mengikis kekokohan perjuangannya dalam membumikan kalimat tauhidullah. Tak terbetik sedikitpun bagi mereka untuk sudi mengikuti makar kaum munafikin dalam upaya menyesatkan umat dari petunjuk yang hakiki, yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah. Baginya hanya ada dua pilihan; Hidup dalam kemuliaan atau mati dalam kesyahidan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, "Jika ada ulama yang meninggalkan apa yang ia ketahui dari al-Qur'an dan as-Sunnah, lalu mengikuti kehendak pemerintah yang bertentangan dengan hukum Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah murtad keluar dari Islam menjadi kafir, dan berhak mendapatkan hukuman setimpal, baik di dunia maupun di akhirat." (Majmu Fatawa' Ibnu Taimiyyah, jilid ke-35, hal. 372-373)
Begitu pula apa yang disabdakan oleh Rasulullah dalam riwayat Tsauban,

إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الأَئِمَّةَ الْمُضِلِيْنَ.
Artinya, "Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umatku adalah para imam yang menyesatkan." (HR. Muslim)
Mudah-mudahan Allah Ta'ala menjaga keistiqomahan para du'at dalam menjaga kemurnian dinullah serta membimbing para tholabul 'ilmi untuk ikut-serta mendawamkan kebenaran yang hakiki ini sepenuh kemampuan yang dimiliki. Wallahul musta'an. Semoga bermanfa'at.
Wallahu'alam bish shawab…
____________________________________________
Oleh: Ustadz Abu Muhammad Jibriel Abdul Rahman